REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando Ernesto Maraden Sitorus meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) menggulung para pelaku yang terjerat kasus korupsi BTS 4G. Fernando optimistis Kejagung tidak takut mengusut kasus korupsi yang berkelindan dengan unsur politik.
Kasus BTS 4G merupakan salah satu perkara korupsi berdimensi politik yang menjerat mantan Menkominfo Johnny G Plate. Saat diduga melakukan korupsi, Johnny masih menjabat Sekjen Partai Nasdem.
"Kejaksaan Agung harus berani mengusut secara tuntas kasus pembangunan BTS 4G termasuk kemungkinan adanya aliran dana ke partai politik," kata Fernando kepada Republika, Jumat (12/10/2023).
Fernando memandang Kejagung mestinya mendalami kemungkinan dana korupsi yang mengalir ke partai Nasdem. Uang haram itu dikhawatirkan digunakan untuk menggerakkan roda partai Nasdem.
"Para penyidik Kejaksaan Agung seharusnya lebih peka dan lebih berani untuk mendalami adanya aliran dana ke partai politik karena terdakwa Johnny G. Plate merupakan Sekjen Partai NasDem sangat mungkin ada aliran dana mengalir ke partainya. Apalagi nilainya yang sangat besar, mencapai sampai Rp 8 triliun lebih," ujar Fernando.
Pada sisi lain, Fernando mendesak para hakim yang menyidangkan perkara korupsi pembangunan BTS 4G berani mendalami keterangan dari para saksi dan terdakwa tentang adanya aliran dana ke partai politik. Terutama mendalami keterangan dari Johnny G Plate yang merupakan terdakwa dan juga pada saat itu sebagai Sekjen Partai Nasdem.
"Saya yakin para penyidik Kejagung memiliki kemampuan dan strategi untuk mendalami yang diyakini oleh penyidik, begitu juga para hakim memiliki cara untuk menggali informasi dari para terdakwa dan saksi," ujar Fernando.
Diketahui, proyek BTS 4G ini merugikan keuangan negara hingga Rp 8,032 triliun. Dalam surat dakwaan terungkap sembilan pihak dan korporasi yang ketiban untung proyek tersebut.
Johnny G Plate disebut menerima Rp 17.848.308.000, eks Dirut BAKTI Anang Achmad Latif memperoleh Rp 5 miliar, Irwan Hermawan mendapatkan Rp 119 miliar, dan eks Tenaga Ahli Hudev UI Yohan Suryanto menerima Rp 453.608.400.
Lalu Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama yang disebut orang kepercayaan Irwan meraup Rp 500 juta, dan Direktur Utama PT Basis Utama Prima Muhammad Yusrizki menerima Rp 50 miliar plus 2.500.000 dollar AS.
Selain itu, ada pula sejumlah konsorsium yang menggarap proyek tersebut ikut menuai pundi rupiah yang fantastis. Konsorsium FiberHome PT Telkominfra PT Multi Trans Data (PT MTD) yang menggarap paket 1 dan 2 disebut memperoleh keuntungan sebesar Rp 2.940.870.824.490.
Selanjutnya, Konsorsium Lintasarta Huawei SEI untuk paket 3 sebesar Rp 1.584.914.620.955. Konsorsium IBS dan ZTE paket 4 dan 5 mendapatkan Rp 3.504.518.715.600.
Para terdakwa di kasus BTS 4G didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Khusus Anang Achmad Latif, Irwan Hermawan dan eks Dirut PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak didakwa pula dengan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.