Jumat 15 Mar 2024 19:38 WIB

Terungkapnya Kode-Kode Khusus dalam Praktik Pungli di Rutan KPK

Hari ini sebanyak 15 tersangka praktik pungli di rutan KPK ditahan.

Suasana sidang etik kasus pungli rutan KPK yang digelar oleh Dewan Pengawas KPK pada Kamis (15/2/2024).
Foto:

Saat kasus pungli di rutan KPK pertama kali diungkap oleh Dewas KPK pada Januari lalu, lembaga swadaya masyarakat langsung menyoroti adanya krisis integritas di lembaga antirasuah. Penelitis Indonesian Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyebut, awal mula terbongkarnya praktik korup puluhan pegawai rutan bermula dari pengusutan dugaan pelanggaran kode etik perbuatan asusila petugas KPK dengan istri seorang tahanan. Dari sana, Dewas KPK kemudian menemukan indikasi adanya pungli yang marak terjadi di rutan KPK. 

"Modusnya pun terbilang profesional, karena aliran dana tidak secara langsung mengalir ke rekening pelaku, melainkan berlapis atau menggunakan pihak lain," ujar Kurnia.

Kurnia mengamati problematika integritas pegawai maupun Pimpinan KPK memang menjadi permasalahan yang tak kunjung usai. Kurnia menyebut masyarakat terus disuguhkan rentetan pelaporan dugaan pelanggaran kode etik ke Dewas KPK terkait tindakan memalukan oknum-oknum KPK.

"Padahal, lembaga antirasuah itu selama ini dikenal sebagai contoh dan patron integritas oleh masyarakat," ujar Kurnia. 

Sosiolog Universitas Airpangga (Unair) Ari Wibowo mengatakan, pungutan liar adalah fenomena yang telah lama ada di berbagai Rutan. Ari melanjutkan, pungutan liar yang terjadi di Rutan KPK tentu saja menjadi hal yang sangat riskan, karena meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap KPK. Padahal, KPK adalah rumah yang seharusnya melakukan pemberantasan terhadap rasuah, namun korupsi justru terjadi di dalamnya.

"Hal ini terjadi semakin kuat semenjak kepemimpinan Firli (Bahuri). Sebetulnya hal ini bisa dilihat secara terang, bagaimana Firl menjadi tersangka. Maka tidak perlu kita membicarakan bawahannya yang tidak terlihat. Secara riil saja karena pasti korupsi itu dilakukan secara kolektif," ujarnya.

Ia menegaskan, belum pernah ada kejadian semacam ini sepanjang sejarah KPK. Maka diperlukan perubahan mendasar dimulai dari Undang-Undang.

"Saat ini Undang-Undang KPK berada di bawah presiden, sehingga kasus yang berada di KPK harus sesuai kehendak presiden. Apakah akan diteruskan, diperjelas, diselesaikan, ataukah dilepas dan dibiarkan," ucapnya.

Ari berpendapat, seharusnya struktur KPK diubah menjadi independen kembali. Apalagi saat ini berdasarkan survei, masyarakat mulai kehilangan kepercayaannya terhadap KPK.

"Sudah tidak ada cara lagi selain merombak Undang-Undang, merombak pemimpin, menggantinya dengan yang baru. Perlu penggalian lebih mendalam, desakan oleh masyarakat atau ultimatum tokoh masyarakat melalui Dewan Perwakilan Rakyat demi kebaikan dan keberlangsungan masa depan KPK itu," ucapnya.

 

photo
Komik Si Calus : Pungli - (Republika/Daan Yahya)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement