REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan terpidana kasus korupsi, Nurdin Halid, hampir pasti terpilih menjadi anggota DPR RI. Pasalnya, wakil ketua umum DPP Partai Golkar itu berhasil memenangi Pemilihan Legislatif (Pileg) DPR di Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan (Dapil Sulsel) II.
Hal itu diketahui setelah KPU menetapkan raihan suara Pileg 2024 Dapil Sulsel II II dalam rapat pleno rekapitulasi tingkat nasional di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Kamis (14/3/2024). Sebagai caleg Partai Golkar dengan nomor urut 1 di dapil tersebut, Nurdin berhasil mengumpulkan 70.681 suara.
Baca: Lima Caleg DPR Peraih Suara Terbanyak Pileg 2024, Satunya dari Luar Jawa
Mantan ketua umum PSSI itu merupakan caleg peraih suara terbanyak di antara sembilan caleg Partai Golkar di Dapil Sulsel II. Adapun Partai Golkar bakal memenangkan satu kursi DPR di dapil tersebut. Satu kursi tersebut menjadi milik caleg Golkar peraih suara terbanyak, yakni Nurdin.
Apabila tidak ada putusan sengketa hasil pemilu yang mengurangi raihan suara Nurdin ataupun Partai Golkar secara signifikan, maka pria yang pernah dipenjara itu akan ditetapkan sebagai caleg terpilih dan dilantik menjadi anggota DPR periode 2024–2029.
Baca: Andi Arief Bocorkan Rekapitulasi Internal Demokrat, PPP dan PSI Berpeluang tak Lolos
Nurdin pada 2007 silam divonis bersalah atas kasus korupsi distribusi minyak goreng Bulog senilai Rp 169 miliar lebih. Majelis hakim kasasi Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman dua tahun penjara kepada Nurdin.
Selama berada di balik jeruji besi, Nurdin tetap menjabat sebagai Ketua Umum PSSI. Selama memimpin federasi sepakbola Indonesia itu sejak 2003 hingga 2011, Nurdin beberapa kali membuat keputusan kontroversial.
Regulasi pemilu memang memperbolehkan mantan terpidana, termasuk terpidana kasus korupsi, menjadi caleg asalkan sudah lima tahun bebas dari penjara. Kendati begitu, ahli hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti menilai, pengusungan koruptor sebagai caleg jelas merugikan masyarakat.
Baca: Prabowo Kalahkan Anies di Jakarta, Berikut Perincian Angkanya
Menurut dia, apabila para pencuri uang rakyat itu terpilih menjadi anggota dewan, mereka berpotensi berulah lagi. Pasalnya, mereka sudah mengetahui modus ataupun metode untuk melakukan korupsi.
"Potensi diulangnya perilaku koruptif itu akan sangat besar ketika mereka diizinkan kembali memegang kekuasaan. Itu yang harus dicegah," ujar Bivitri pada medio 2023.