REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid mengatakan, keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyematkan pangkat jenderal kehormatan atau Jenderal TNI (HOR) kepada Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto sesuai Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Namun, anggota Komisi I DPR lainnya ada yang tidak sependapat.
"Sesuai konstitusi, Pasal 10 dan 15 UUD 1945, Presiden sebagai Panglima tertinggi TNI AD, AL, AU, Presiden berhak memberi gelar tanda jasa dan lain-lain kehormatan, serta Undang-Undang Nomor 20 tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan," ujar Meutya lewat keterangan tertulisnya, Kamis (29/2/2024).
Menurut Meutya, penyematan pangkat jenderal kehormatan atau Jenderal TNI (HOR) bukan yang pertama kali terjadi. Sebelumnya ada nama Jenderal TNI (Purn) Hari Sabarno dan Jenderal TNI (Purn) Soesilo Soedarman yang menerima pangkat serupa.
Di samping itu, Prabowo dipandangnya bukan sebagai orang baru dalam bidang pertahanan di Indonesia. Calon presiden (capres) nomor urut 1 itu menorehkan banyak prestasi selama menjabat sebagai Menhan.
"Penganugerahan Jenderal Kehormatan kepada Menhan Prabowo bukanlah ujug-ujug, tetapi sudah menjadi wacana sejak beliau diangkat menjadi Menhan di 2019, sehingga sudah melalui proses yang panjang," ujar Meutya.
"Masyarakat bisa melihat kok, Pak Prabowo merupakan tokoh di TNI dan banyak berkontribusi bagi pertahanan Indonesia. Semasa menjadi Prajurit TNI telah berhasil melakukan Operasi Mapenduma di Papua," sambung politikus Partai Golkar itu.
Sementara itu, anggota Komisi I DPR Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin dalam militer saat ini, tak ada lagi istilah pangkat kehormatan. Ihwal pangkat diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Dalam Pasal 27 Ayat 2a dijelaskan, pangkat efektif diberikan kepada prajurit selama menjalani dinas keprajuritan dan membawa akibat administrasi penuh. "Dalam UU 34 tahun 2004 tidak ada kenaikan pangkat dari purnawirawan ke purnawirawan. Terlebih sejak berlakunya UU TNI, hal itu sudah tidak ada lagi seperti di era Orde Baru," ujar TB Hasanuddin.
Sementara itu dalam Pasal 27 Ayat 2b dijelaskan, pangkat lokal diberikan untuk sementara kepada prajurit yang menjalankan tugas dan jabatan khusus yang sifatnya sementara. Serta memerlukan pangkat yang lebih tinggi guna keabsahan pelaksanaan tugas jabatan.
Selanjutnya dalam Pasal 27 Ayat 2c, pangkat tituler diberikan untuk sementara kepada warga negara yang diperlukan dan bersedia menjalankan tugas jabatan yang diperlukan. Serta bersedia menjalankan tugas jabatan keprajuritan tertentu di lingkungan TNI.
"Dalam TNI tidak ada istilah pangkat kehormatan," ujar TB Hasanuddin.