REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Civitas akademika beserta sejumlah alumni Universitas Airlangga (Unair) menggelar aksi "Unair Memanggil" menyoroti permasalahan demokrasi di negeri ini. Aksi digelar di halaman Sekolah Pascasarjana Unair, Surabaya, Senin (5/2/2024).
Sedikitnya ada tujuh guru besar Unair yang juga mengikuti aksi tersebut. Yaitu Prof Ramlan Surbakti, Prof Hotman Siahaan, Prof Henri Subiakto, Prof Abdul Hafid, Prof Annis Catur Adi, Prof Basuki Rekso Wibowo, dan Prof Thomas Santoso.
Pada aksi tersebut, dibacakan pernyataan sikap bertema "Menegakkan Demokrasi, Menjaga Republik" oleh Prof Hotman Siahaan. "Hal yang perlu diingat kembali oleh Presiden (Jokowi) bahwa legitimasi maupun dukungan rakyat kepada pemerintahannya semenjak sembilan tahun lalu tidak bisa dilepaskan dari harapan bahwa Presiden akan menjalankan etika republik dan merawat demokrasi maupun pemerintahan yang bebas KKN," kata Hotman, Senin.
Hotman melanjutkan, memasuki akhir masa pemerintahannya, Presiden Jokowi diharapkan bisa mengambil sikap yang tidak menodai etika republik maupun demokrasi. Mantan dekan FISIP Unair itu juga menyerukan agar Presiden Joko Widodo selaku pemimpin tertinggi pemerintahan dan kepala negara dapat merawat prinsip-prinsip etika republik.
Yakni dengan tidak menyalahgunakan kekuasaan, serta menghentikan upaya melanggengkan politik kekeluargaan. Maklumat yang dibacakan Hotman juga menyerukan agar kemerdekaan politik, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat sipil dijamin oleh negara. Sebab, kata dia, negara Indonesia ini milik semua rakyat, bukan milik kelompok atau golongan tertentu.
Terkait pelaksanaan Pemilihan Umum 2024, Hotman mendesak supaya pihak penyelenggara bersikap adil, tidak berbuat curang, serta tanpa kekerasan. Hotman melanjutkan, partai politik juga harus mereformasi diri dalam menjalankan fungsi-fungsi artikulasi, agregasi, dan pendidikan politik warga negara.
Maklumat yang dibacakan juga mengecam berbagai bentuk intervensi dan intimidasi terhadap mimbar-mimbar akademik di perguruan tinggi. Mereka juga meminta perguruan tinggi agar menjaga muruah, rasionalitas, dan kritisme kepada pemerintah demi tegaknya republik.
"Ini seruan yang kami lakukan hari ini. Kampus ini hanya memberikan seruan moral, kami tidak melakukan tindakan-tindakan politik praktis. Seruan moral ini sebagai bingkai dari seluruh moralitas bangsa ini dalam kerangka negara demokrasi," ujarnya.
Dosen Ilmu Politik Unair, Airlangga Pribadi Kusman mengaku, pernyataan sikap tersebut sudah ditandatangani lebih dari 100 akademisi Unair, maupun kolega sejawat di luar Unair. Airlangga menegaskan, aksi tersebut merupakan respons terhadap dinamika politik yang terjadi saat ini.
"Pernyataan sikap ini berangkat dari keprihatinan kami sebagai insan akademik terhadap perkembangan yang berlangsung akhir-akhir ini. Karena kami melihat penyelenggara negara ini semakin lama semakin menjauh dari prinsip etika republik," kata dia.
Wakil Direktur Sekolah Pascasarjana Unair, Prof Suparto Wijoyo menyesalkan penggunaan fasilitas kampus sebagai tempat pembacaan maklumat tersebut. Ia mengaku tidak ada permintaan izin terkait aksi yang digelar. Agenda tersebut juga dipastikannya bukan agenda sekolah Pascasarjana Unair.
"Jika tidak ada pemberitahukan paling tidak sebagai sopan santun kulo nuwun. Kita ini mengawal demokrasi menjaga NKRI dengan menjunjung tinggi etik juga harus diawali dari kampus yang menjunjung tinggi etika," ucapnya.