Selasa 30 Jan 2024 15:30 WIB

Alasan Skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Stagnan Menurut TII

Skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun ini 34, sama dengan tahun lalu.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Petugas menunjukkan barang bukti uang saat konferensi pers penetapan dan penahanan tersangka kasus operasi tangkap tangan KPK Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo, Siska Wati di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (29/1/2024). KPK meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan melakukan penahanan terhadap tersangka Siska Wati, serta mengamankan barang bukti uang sejumlah Rp69,9 juta dari total uang suap sebanyak Rp2,7 miliar terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa pemotongan dan penerimaan uang kepada pegawai negeri di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah Kabupaten Sidoarjo.
Foto:

Empat rekomendasi

TII menyebutkan empat rekomendasi guna memperbaiki temuan ini di tahun berikutnya. Pertama, di sektor politik dan pemilu, TII merekomendasikan Presiden dan Pemerintah, DPR dan Partai Politik, Lembaga Penyelenggara dan Pengawasan Pemilu, serta Lembaga Penegakan Hukum menjamin berjalannya Pemilu secara jujur, adil dan berintegritas. 

Kedua, di sektor peradilan dan penegakan hukum, TII mendorong Badan peradilan yang independen mutlak diperlukan. "Sistem peradilan dan penegakan hukum yang bebas dari campur tangan cabang kekuasaan lain, sumber daya dan transparansi yang diperlukan untuk secara efektif menghukum semua pelanggaran korupsi dan memberikan pengawasan dan keseimbangan kekuasaan," ujar Sekretaris Jenderal TII, Danang Widoyoko.  

Ketiga, di sektor ekonomi dan bisnis, TII merekomendasikan perbaikan iklim usaha dan berbisnis yang harus berorientasi pada pencapaian kesejahteraan warga. Danang berharap pemberantasan korupsi di sektor bisnis bukan sekadar lips service

"Kondisi demikian yang hanya mendatangkan investasi yang tidak berpihak pada keberlanjutan lingkungan dan keadilan sosial," ujar Danang. 

Terakhir, terkait kebebasan dan hak sipil, TII merekomendasikan pemerintah dan penegak hukum harus menjamin aspirasi masyarakat, jurnalis, akademisi.  "Jangan melakukan kriminalisasi terhadap warga negara yang menyampaikan perbedaan pandangan yang berseberangan dengan Pemerintah," ujar Danang.

photo
Karikatur Opini Republika : Pungli KPK (Lagi) - (Republika/Daan Yahya)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement