REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, pernyataan yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak serta merta menunjukan bahwa Presiden akan berkampanye. Menurutnya, pernyataan itu disampaikan untuk merespon situasi yang berkembang saat ini.
"Konteks yang disampaikan presiden itu bukan semerta-merta presiden akan menyiapkan diri untuk kampanye tapi ini sebuah kondisi yang menjawab situasi yang berkembang. Ini dipahami seperti itu konteksnya," kata Moeldoko dalam rilis video yang diterima, Jumat (26/1/2024).
Moeldoko juga menilai, pernyataan Jokowi tersebut sekaligus untuk menjelaskan bahwa aturan perundang-undangan menjadi pedoman dalam melakukan sesuatu, termasuk ikut berkampanye.
"Memberikan pemahaman bagi kita semua bahwa jangan gak boleh ini, gak boleh ini, gak boleh ini, kan UU yang kita pegang, standar perangkat kita dari undang-undang, jangan dari perasaan, jangan dari asumsi jangan dari macem-macem," jelas Moeldoko.
Sebelumnya pihak Istana juga menjelaskan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyampaikan bahwa seorang Presiden bisa berkampanye dan memihak di Pilpres 2024. Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan, pernyataan Presiden tersebut untuk merespon pertanyaan awak media terkait menteri yang ikut menjadi tim sukses.
"Pernyataan Bapak Presiden di Halim, Rabu 24/01/2024, telah banyak disalahartikan. Apa yang disampaikan oleh Presiden dalam konteks menjawab pertanyaan media tentang Menteri yang ikut tim sukses," kata Ari dalam keterangannya, Kamis (25/1/2024).
Karena itu, Jokowi menjelaskan terkait aturan dalam berdemokrasi bagi menteri maupun presiden. Sebagaimana diatur dalam pasal 281, Undang-Undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu, bahwa kampanye pemilu boleh mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, dan juga Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
"Artinya, Presiden boleh berkampanye. Ini jelas ditegaskan dalam UU," ujarnya.