Senin 15 Jan 2024 18:29 WIB

Apa yang Terjadi di Bangkalan Madura Bukanlah Carok Menurut Sosiolog

Masyarakat Madura hingga kini masih kerap menyelesaikan masalah lewat carok.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Andri Saubani
Aparat Polres Sampang amankan pelaku carok (ilustrasi)
Foto: Antara
Aparat Polres Sampang amankan pelaku carok (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Sosiolog Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Mutmainnah menyoroti istilah carok massal yang baru saja terjadi dan menewaskan empat warga Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Padahal kata dia, makna carok yang sebenarnya adalah pertarungan satu lawan satu menggunakan senjata tajam. Senjata yang biasa digunakan adalah celurit.

"Yang menarik sekarang ada istilah carok massal. Dulu setahu saya carok itu ya satu lawan satu. Dulu hanya di dalam sarung, masing-masing pakai celurit," ujarnya kepada Republika, Senin (15/1/2024).

Baca Juga

Mutmainnah melanjutkan, carok yang sesungguhnya benar-benar bersabung nyawa karena hanya dilakukan di dalam sarung. Namun saat ini, carok merupakan pertarungan bebas, sehingga mereka yang bertarung bisa nyelep, atau menyerang saat musuh lengah.

"Lawan lengah dia serang. Menurut saya itu bukan carok sudah, itu pembunuhan. Sama dengan kita menggunakan belati, pistol, atau benda tajam lainnya. Itu perubahan yang sangat mendasar," ujarnya.

Mutmainnah menambahkan, sejatinya pemerataan pendidikan bisa menghilangkan budaya carok yang telah melekat di masyarakat Madura. Namun nyatanya, masyarakat Madura berpendidikan tinggi pun masih kerap menyelesaikan masalah lewat carok.

"Bahkan saya melihat kawan-kawan yang berpendidikan pun masih menggunakan cara ini untuk menyelesaikan persoalannya. Sebab kadang kala masyarakat di sekelilingnya menganggap kalau tidak menggunakan cara ini dianggap bukan laki-laki," kata Mutmainnah.

Namun demikian, kata Mutmainnah, semakin hari, penyelesaian masalah dengan carok di Madura semakin jarang ditemui. Meskipun tidak sepenuhnya hilang. Sebab, masyarakat sudah mengakui cara ini sebagai cara yang jantan dalam penyelesaian masalah.

"Masyarakat membuat kultur kekerasan tetap ada dan lestari. Namun dibandingkan saya masih kecil, sudah banyak berkurang. Dulu hampir tiap hari melihat orang mengerang karena bagian badannya terpotong, darahnya berceceran. Sekarang sudah sangat jarang melihat itu," ucapnya.

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement