REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) beberapa waktu lalu memprediksi November menjadi bulan terjadinya peralihan musim. Setelah beberapa pekan diguyur hujan, panas terik kembali hadir di sejumlah wilayah, terutama di Jawa hingga Nusa Tenggara.
BMKG mengungkapkan, hal itu terjadi akibat tidak adanya tutupan awan dan kurangnya pertumbuhan awan hujan. Kondisi tersebut dipicu oleh aktivitas pola tekanan rendah di sekitar Laut Cina Selatan (LCS). “Yang menyebabkan berkurangnya aliran massa udara basah ke arah selatan ekuator,” kata Plt Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Andri Ramdhani kepada Republika, Selasa (19/12/2023).
Dia menerangkan, dalam sepekan terakhir kondisi suhu panas dan cukup terik pada siang hari memang terjadi di beberapa wilayah, terutama di sekitar Selatan Ekuator. Andri menjelaskan, kondisi cuaca panas itu secara umum dipicu oleh dominasi cuaca cerah pada siang hari di sebagian besar wilayah di Jawa hingga Nusa Tenggara.
“Berdasarkan citra satelit cuaca terlihat dalam beberapa hari terakhir di wilayah Jawa atau Indonesia bagian selatan tidak terdapat tutupan awan, sehingga sinar matahari intens/optimum langsung ke permukaan bumi,” kata dia.
Berdasarkan analisis terbaru, menurut dia, aktivitas pola tekanan rendah di sekitar LCS masih dapat berlangsung dalam tiga hingga empat hari ke depan dengan intensitas yang cenderung melemah.