Selasa 12 Dec 2023 15:29 WIB

Keluarga Fondasi Awal Budaya Literasi pada Era Digital

Perpusnas saat ini sudah mengembangan perluasan akses pengetahuan lewat IPusnas

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pengunjung mengenakan masker saat beraktivitas di Gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta, Senin (14/8/2023).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pengunjung mengenakan masker saat beraktivitas di Gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta, Senin (14/8/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keluarga adalah pondasi awal untuk meningkatkan budaya literasi pada era digital. Sebab, keluarga merupakan madrasah pertama bagi anak. 

Hal itu disampaikan Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan pada Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas), Adin Bondar, dalam Bincang-Bincang bertajuk “Literasi Keluarga Berbasis Digital“, Selasa (12/12/2023). 

“Keluarga merupakan pranata sosial dan madrasah pertama bagi pertumbuhan serta perkembangan kognitif emosional anak. Oleh karena itu, sejalan dengan UU Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan upaya menumbuhkan budaya baca ada tiga pilar, yakni keluarga, satuan pendidikan dan masyarakat," ujarnya.

Adin menjelaskan, kegemaran membaca di satuan pendidikan sudah berkembang melalui sekolah maupun perguruan tinggi. Kemudian di masyarakat ada program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS), di mana perpustakaan jadi ruang terbuka bagi masyarakat. TPBIS sudah dilakukan di 3.262 desa yang sudah bertransformasi dan melibatkan 3 juta warga termarginalkan. 

Adapun, kata Adin, indikator tingkat kegemaran membaca sudah melakukan kajian kepada 1.300 responden di seluruh indonesia menunjukkan ada pertumbuhan yang baik. Tahun 2022 pada nilai 63,9, di 2023 meningkat 66,7. “Ada peningkatan sebesar 2,8 poin dan lamanya frekuensi membaca. Hasil riset 10 jam 19 menit masyarakat Indonesia sudah memiliki kebiasaan membaca,“ katanya.

Adin pun membeberkan pada masa depan melalui bonus demografi yang diproyeksikan Indonesia Emas 2045, peran keluarga sangat penting dalam menempatkan literasinya. Di mana ada 84 juta anak akan jadi pemegang tongkat estafet pada 2045. 

“Konsep penguatan literasi jadi suatu edukasi baru. Perilaku masyarakat berubah dari konvensional jadi digitalisasi, hampir 78 persen terkoneksi dengan internet,“ ujarnya. 

Peningkatan budaya literasi dilakukan melalui tiga cara. Yakni kegemaran membaca masyarakat, penguatan perbuatan, dan konten literasi serta peningkatan akses perpustakaan berbasis inklusi sosial.

Perlu ada satu kesadaran keluarga bagaimana membangun SDM lebih awal yang berbasis kepada keluarga. Adalah melalui tahapan yang dilakukan untuk penguatan literasi ada tiga segmentasi.

Yang pertama ada kelompok pranikah. Mereka akan diberikan edukasi untuk memiliki kesadaran yang baik, bagaimana membangun hubungan keluarga yang harmonis, memahami reproduksi, dan lain-lain. Sehingga menjadi keluarga bahagia setelah menikah.

Kedua adalah keluarga yang akan memiliki anak. Kelompok ini akan diberikan edukasi melalui konten-konten literasi yang bisa diakses. Mereka punya panduan melakukan stimuiasi perkembangan kognetif, emosional motorik anak.

“Dan yang ketiga adalah tahap anak pada usia emas 0-6 tahun. Melalui stimulasi berbagai kegiatan yang dilakukan keluarga,“ katanya.

Adin mengungkapkan, jika Perpusnas saat ini sudah mengembangkan perluasan akses pengetahuan literasi keluarga secara digital yang disebut SuperApp melalui platform yang ada pada IPusnas dan Bintang Pusnas Edu. 

Konten yang berada dalam SuperApp Perpusnas menyajikan koleksi buku digital, dan beragam koleksi digital lainnya, seperti buku audio, buku video, tutorial edukasi, jurnal ilmiah yang dapat diakses melalui Play Store atau App Store. Dalam Aplikasi Bintang Pusnas Edu, pengguna tidak hanya dapat membaca berbagai buku. Namun, juga mendengarkan lagu hingga menonton video. 

“Semua itu guna peningkatan kualitas perpustakaan sekolah/madrasah (SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA) dan enam bentuk perguruan tinggi dalam mendukung program merdeka belajar dan kampus merdeka serta percepatan pembinaan perpustakaan dalam menjalankan tugas fungsinya,“ ujar Adin.

Tidak hanya menyasar anak-anak pendidikan, kami pun membangun kolaborasi lintas kementerian, melibatkan Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, Kemenristek, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, serta BKKBN supaya ketersediaan akses digital terhadap keluarga bisa diakses seluruh lapisan masyarakat.“

“Khusus, di beberapa wilayah sinyal telekomunikasi belum memadai untuk mengakses internet. Kami akan melakukan program dengan cara menempel stiker barcode yang ditempel di rumah-rumah penduduk. Jadi, tetap bisa mengakses layanan perpustakaan digital meski tanpa jaringan internet,“ kata Adin. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement