REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyebut penyebaran bibit nyamuk ber-Wolbachia untuk mengatasi demam berdarah dengue (DBD) masih menunggu kesiapan warga. Pihaknya telah berkoordinasi dengan Pemerintah Kota Jakarta Barat (Pemkot Jakbar) terkait intervensi DBD dengan metode tersebut.
"Kita segera jalankan (penyebaran bibit nyamuk dengan kandungan Wolbachia) begitu warga sudah siap," kata Budi saat ditemui di Jakarta, Kamis (30/11/2023).
Mengenai memorandum of understanding (MoU) atau kesepakatan antara Kementerian Kesehatan dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Budi menyebut bahwa seingat dirinya MoU tersebut sudah ada.
"Setahu saya sudah. Tetapi saya enggak ingat apakah sudah ditandatangani atau belum," ujar Budi.
Lebih lanjut, Budi menuturkan program nyamuk dengan Wolbachia juga merupakan solusi atas naiknya kasus demam berdarah dengue (DBD) dalam 50 tahun terakhir. Padahal, selama itu sudah dilakukan beragam intervensi, seperti fogging (pengasapan) dan penerapan 3M (menguras, menutup dan mengubur).
"Kan sekarang lagi ramai (dibicarakan), cuma kan saya juga sudah bilang kemarin di DPR, sudah bicara bahwa yang namanya DBD itu sudah 50 tahun dengan intervensi yang ada sekarang, seperti fogging. Itu kan kasih kimia ke lingkungan, kita kasih juga abate, itu kasih larvasida kimia juga ke lingkungan kita. Kita ada 3M, itu naik terus kasus DBD kita," ungkap dia.
Budi menjelaskan penerapan metode nyamuk dengan kandungan Wolbachia untuk mengatasi DBD merupakan hasil penelitian ilmiah dan sudah terbukti efektivitas secara statistik.
"Target Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) harus di bawah 10 (kasus) per 100 ribu (jiwa). Kita sekarang sampai 28, pernah 50, pernah 60 gitu ya. Enggak pernah dalam 50 tahun itu bisa turun. Satu-satunya yang turun di bawah status WHO, di bawah 10 per 100 ribu insiden penyakit demam berdarah itu di Yogyakarta. Jadi kita datang kan di Yogyakarta kenapa bisa turun? Konsisten tuh lima tahun, (ternyata) karena ada intervensi Wolbachia," ujar Budi.
Adapun penerapan Wolbachia di Indonesia, menurut Budi, merupakan hasil kerja ilmiah dari para peneliti Indonesia yang kemudian menjadi landasan pihaknya mengambil langkah tersebut.
"Dan ini (penerapan Wolbachia) ditemukan oleh peneliti Indonesia, dibiayai juga oleh konglomerat Indonesia ketika itu. Itu yang sekarang kita roll out (jalankan)," ungkap Budi.
Mengenai penolakan publik terhadap penerapan bibit nyamuk dengan kandungan Wolbachia tersebut, Budi menyerahkannya kepada warga.
"Bahwa kemudian banyak berita, banyak grup-grup yang dulu juga menolak vaksin, juga menolak Wolbachia, saya rasa nanti masyarakat bisa paham sendirilah, mana yang basisnya ilmiah, mana yang bukan," ungkap Budi.
Kemenkes menggelontorkan dana senilai Rp16 miliar untuk implementasi uji coba inovasi nyamuk ber-Wolbachia dalam upaya menekan laju kasus dengue di lima kota di Indonesia. Dana tersebut di luar tambahan dari kocek pemerintah kota yang menjadi sasaran uji coba, masing-masing berkisar Rp 500 juta.
Kemenkes telah menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1341 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Pilot Project Penanggulangan Dengue melalui Wolbachia. Nyamuk ber-Wolbachia telah masuk dalam strategi nasional (stranas) sebagai inovasi penanggulangan dengue yang dilaksanakan di lima kota yaitu Semarang (Jawa Tengah), Jakarta Barat (DKI Jakarta), Bandung (Jawa Barat), Kupang (Nusa Tenggara Timur), dan Bontang (Kalimantan Timur).