REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi (PusaKo) Universitas Andalas, Feri Amsari menilai, gugatan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman atas pelantikan Suhartoyo menjadi ketua MK periode 2023-2028 menggantikan dirinya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, menambah tinggi tempat jatuhnya.
"Dia sudah terbukti oleh sidang MKMK (Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi) melanggar etik, publik melihat betapa kecurangan didepan mata karena sulit diingkari bahwa yang dia perjuangkan adalah kepentingan keponakannya untuk menjadi cawapres," tegas Feri kepada media di Jakarta, Senin (27/11/2023).
Menurut Feri, langkah Anwar itu adalah jalan yang janggal. Karena tidak mungkin, perbaikan peradilan konstitusi yang dipimpin oleh MK, dilakukan melalui pengadilan yang berada di bawah pengadilan lain yakni Mahkamah Agung (MA).
Sehingga, seolah-olah masalah di dalam MK mau diselesaikan melalui PTUN yang berada di bawah MA. "Jangan-jangan, pengadilan lain yang sudah direkayasa juga, hendak memperbaiki kesalahan adik ipar Presiden melalui PTUN," ujar Feri.
"Harus diingat, PTUN punya masalah serius terkait putusan penundaan pemilu oleh pengadilan negeri. Dan bukan tidak mungkin, PTUN juga akan menjadi alat rekayasa yang sama dalam perpolitikan yang terjadi di MK," kata Feri melanjutkan.
Sebelumnya, hakim konstitusi Anwar Usman menggugat Ketua MK Suhartoyo ke PTUN Jakarta. Anwar juga mengajukan surat keberatan terkait pengangkatan Suhartoyo sebagai ketua MK untuk menggantikannya.
Padahal, MKMK yang dipimpin Prof Jimly Asshidiqqie menyatakan, Anwar melanggar etik berat terkait Putusan MK 90/PUU-XXI/2023. Imbasnya, adik ipar Presiden Jokowi itu dicopot dari jabatannya sebagai ketua MK.
MKMK kemudian memerintahkan MK melakukan pemilihan ketua baru dalam waktu 2x24 jam. Hingga terpilihlah hakim Suhartoyo sebagai ketua MK baru pengganti Anwar berdasarkan kesepakatan delapan hakim MK. Kini, ternyata Anwar tidak terima dan menggugat Suhartoyo.