REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri tak terima dengan status hukumnya sebagai tersangka di Polda Metro Jaya. Purnawirawan bintang tiga kepolisian tersebut melawan dengan mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jumat (24/11/2023).
Firli Bahuri meminta hakim prapreradilan menggugurkan status hukumnya tersebut. Pejabat Humas PN Jaksel Djuyamto melalui siaran pers video menyampaikan, permohonan praperadilan yang diajukan Firli Bahuri melalui tim pengacaranya, diterima oleh kepaniteraan pengadilan pada Jumat (24/11/2023) sore.
“Kepaniteraan pidana PN Jaksel telah menerima permohonan praperadilan atas nama Firli Bahuri,” kata Djuyamto, Jumat (24/11/2023).
Djuyamto menerangkan, dalam permohonan disebutkan klasifikasi perkara menyangkut status tersangka. Adapun pihak termohon, kata Djuyamto adalah Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya atau Polda Metro Jaya.
“Klasifikasi perkaranya menyangkut tentang sah atau tidaknya penetapan tersangka pemohon,” kata Djuyamto.
Ketua PN Jaksel, pun sudah menunjuk hakim tunggal untuk mengadili permohonan praperadilan tersebut. Yakni Hakim Imelda Herawati. Pun sekaligus sudah membulatkan Senin 11 Desember 2023, sebagai sidang pertama permohonan praperadilan Firli Bahuri tersebut.
Firli Bahuri, pada Rabu (22/11/2023) malam ditetapkan sebagai tersangka. Polda Metro Jaya mengumumkannya sebagai tersangka dalam kasus korupsi berupa pemerasan, penerimaan gratifikasi, hadiah atau janji dalam pengusutan tindak pidana korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) 2020-2023.
Penetapan Firli Bahuri sebagai tersangka ini, terkait dengan pelaporan yang dilakukan oleh eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) pada Oktober 2023 lalu. Beberapa hari setelah pelaporan tersebut meningkat ke penyidikan, KPK, pun menetapkan Yasin Limpo sebagai tersangka utama terkait korupsi penerimaan uang setoran kenaikan pangkat dan jabatan di internal Kementan setotal Rp 13,9 miliar.