REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop) mendirikan Rumah Produksi Bersama (RPB) di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), guna meningkatkan nilai tambah kerajinan bambu. Keberadaan RPB itu diharapkan mampu menjadi penggerak ekonomi dan menyejahterakan masyarakat.
"Meski bambu mempunyai potensi yang luar biasa untuk dikembangkan menjadi aneka produk turunan, tapi kita perlu fokus terlebih dahulu pada bambu sebagai pengganti kayu. Yaitu bambu betung sebagai laminasi pengganti kayu keperluan kontruksi," ujar Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dalam siaran pers yang diterima Republika, Ahad (19/11/2023).
Para perempuan di sana, kata dia, akan diajarkan membuat souvenir dari bambu. Ke depannya, sambung Teten, bambu bisa pula dibuat mebel atau furnitur.
Ia menilai, dengan mengembangkan kerajinan bambu, sama artinya menjalan program ekonomi restoratif. "Dalam ekonomi restoratif, salah satu wujudnya yaitu memulihkan sumber daya yang rusak atau meregenerasinya sehingga memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat lokal. Di sini ada 40 ribu hektare kebun bambu, cara memanennya lewat menjaga regenerasi produksinya, ini luar biasa," jelas Menkop.
Apalagi, kata dia, jika Pemerintah Daerah (Pemda) setempat membuat pembinaan afirmatif hingga kebijakan restoratif lingkungan, yang mengharuskan semua hotel, resort, dan perkantoran menggunakan bambu. Maka itu akan menghidupkan ekonomi masyarakat di NTT, karena kebutuhan bambu bakal meningkat.
"Bagi NTT ini menjadi bentuk konsep ekonomi restoratif, seiring potensi bambu di wilayah ini yang luar biasa," kata Teten. Dirinya juga mendorong rumput laut di NTT bisa dikembangkan menjadi produk unggulan daerah.
Ia mengatakan, harus ada sekolah vokasi karena rumput laut memiliki sekitar 500 turunan produk. Meliputi tepung, makanan farmasi, pengganti plastik, pupuk, dan lainnya.