REPUBLIKA.CO.ID, KLATEN -- Ketua Bank Sampah Rukun Santoso yang tinggal di pinggiran Sungai Pusur di Karanglo, Polanharjo, Klaten, Jawa Tengah Sriyono memberikan respons positif dalam program bank sampah yang diusung Danone Indonesia melalui Aqua. Menurut dia, Bank Sampah Rukun Santoso lebih berfokus pada pengolahan sampah untuk kerajinan tangan atau unit kreasi. Dalam hal ini masyarakat menjual sampah yang sudah dipilah kepada Bank Sampah yang kemudian akan mengolahnya menjadi sebuah kreasi.
“Selain membuat lingkungan bersih dan sehat, kami juga menambah kesejahteraan masyarakat karena memberdayakan ibu-ibu lansia gunting-gunting sampah hasil olahan untuk isian tas laptop, tas gendong, tas ransel, dan berbagai macam dompet,” kata dia seperti dinukil dari Kantor Berita Antara pada Sabtu (18/11/2023).
Menurutnya, hasil-hasil kreasi dari sampah-sampah olahan itu sudah diekspor hingga ke mancanegara seperti Belanda, Prancis, Swedia, dan India. “Dari Kedutaan Inggris juga pernah membeli langsung ke sini,” ungkapnya.
Dengan keberadaan Bank Sampah ini, lanjutnya, sampah-sampah masyarakat juga tidak dibuang lagi ke Sungai Pusur. “Setiap tahunnya, omset bank sampah selalu meningkat sekitar 30-40 persen. Hal itu menunjukkan masyarakat sekitar program mendapatkan keuntungan dari segi ekonomi,” ujarnya.
Untuk mendukung kegiatan Bank Sampah ini, Pabrik Aqua Klaten memberikan bantuan berupa satu buah sepeda roda tiga, dua mesin jahit, satu tempat pemilahan sampah, dan satu joglo tempat melatih membuat kerajinan dari sampah para tamu yang datang. “Kami juga menerima pelatihan untuk sekolah-sekolah, ibu-ibu PKK, anak PAUD hingga mahasiswa yang ingin belajar ke tempat kami,” katanya.
Hal senada diutarakan Iswadi yang merupakan ketua bank sampah Margo Saras. Dia mengatakan program bank sampah ini mampu memberikan dampak positif kepada masyarakat Polanharjo. Menurutnya, program ini mampu mengubah pola pikir dan pola hidup masyarakat menjadi lebih bersih dan peduli pada pengolahan limbah dan sampah.
“Selain itu, bank sampah Margo Saras juga menjadi program percontohan bagi bank sampah dari desa lain karena manajemen dan pengelolaan sampah di sini lebih lengkap, sehingga banyak warga dari desa lain bergabung menjadi nasabah di bank sampah Margo Saras,” kata dia.
Komitmen Danone Aqua Group dalam menjalankan bisnisnya selalu berpegang pada prinsip komitmen ganda, yang mana kesuksesan bisnis harus sejalan dengan inovasi sosial. Pabrik Aqua Klaten sendiri telah memberikan dampak langsung bagi masyarakat sekitar industri, baik dari sisi ekonomi, pelestarian lingkungan, dan juga kesempatan pekerjaan bagi lebih dari 800 penduduk lokal.
Hal ini juga ditunjukkan dengan tahun ini Klaten kembali memenangkan Adipura 2022, Aqua Danone ikut berkontribusi pada salah satu faktor penilaian yaitu pengelolaan sampah di dua titik pantau yang menjadi wilayah binaan Danone Aqua.
Program pelestarian lingkungan lainnya yang dilakukan oleh CSR Danone Aqua di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah adalah Water Sanitation and Hygiene (WASH). Program ini dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP) Surakarta di Daerah Aliran Sungai (DAS) Pusur yang bertujuan untuk melestarikan air tanah, sehingga kebutuhan masyarakat akan air tetap terpenuhi meskipun berada di sekitar perusahaan.
Sampah kerap kali menjadi salah satu permasalahan yang dialami Kabupaten Klaten. Namun uniknya, di tangan masyarakat yang bermukim di bantaran Sungai Pusur, Kecamatan Polanharjo, permasalahan sampah tersebut diselesaikan secara mandiri oleh sejumlah warga.
Dengan memanfaatkan aliran Sungai Pusur, masyarakat desa setempat mengubah sungai itu menjadi wahana wisata yang disebut river tubing Watu Kapu. Namun ada yang mengundang perhatian, untuk menikmati wahana permainan susur sungai itu para pengunjung cukup membayar dengan sampah.
Salah satu pengelola Watu Kapu, Syaifu Nurul Aminudin, mengatakan pemanfaatan Sungai Pusur sebagai tempat wisata sudah berjalan sejak beberapa tahun yang lalu. Modal awal yang dikeluarkan sekitar Rp 20 juta. Dari dana tersebut, pemuda setempat lantas turun ke sungai untuk membersihkan tumpukan sampah.
Bersama Lembaga Studi dan Tata Mandiri (Lestari) melalui program bank sampahnya, mereka mulai mengumpulkan sampah untuk dikelola menjadi layak jual.
Para pengunjung cukup membawa sampah layak jual seperti plastik, buku, kardus, besi, alumunium, botol kaca, dan botol plastik sebagai pengganti biaya masuk river tubing. Nantinya, sampah yang dibawa akan ditimbang dan dipilah agar sesuai dengan harga jual di pasaran. Setiap sampah memiliki harga yang berbeda.
Direktur Bank Sampah Jati Diri, Nina Hermawati menjelaskan program sampah sebagai pengganti biaya masuk merupakan salah satu upaya kampanye peduli lingkungan. “Program tersebut juga sekaligus untuk mengedukasi masyarakat agar terbiasa dengan memilah sampah yang layak jual dan tidak,” kata dia.