REPUBLIKA.CO.ID, PADANG--Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, membandingkan situasi Pemilu di zaman Orde Baru dengan Pemilu di zaman reformasi. Menurut Mahfud, saat Pemilu di zaman orba, pemerintah mencurangi kontestan lain untuk melanggengkan kekuasaan Presiden Soeharto.
Tapi Pemilu di zaman reformasi, kecurangan dilakukan oleh kontestan terhadap kontestan lain. “Ada yang jual beli suara. Mencurangi suara kontestan lain. Teman separtai saling jegal, dan parahnya ada transaksi jual beli suara di TPS dan PPS,” kata Mahfud saat mengisi kuliah umum di Universitas Andalas Padang, Kamis (16/11/2023).
Mahfud mengimbau agar mahasiswa dan juga masyarakat turut aktif untuk melaporkan bila ada tanda-tanda aksi kecurangan para Pemilu 2024 nanti. Untuk melaporkan kecurangan Pemilu sekarang ini menurut cawapres pendamping Ganjar Pranowo itu cukup mudah.
Yakni merekam video lalu memviralkan ke sosial media. Sehingga pengawas dari pusat dapat langsung memantau adanya kecurangan Pemilu.
Selain fenomena saling curang, Mahfud juga mengingatkan penyebaran berita hoaks selama masa pemilu. Biasanya, menurut Mahfud hoaks dibuat untuk menjadi bahan kampanye hitam serta kampanye negatif menjatuhkan lawan.
“Hal lain, adalah banyaknya hoaks. Berita bohong. Berita bohong itu fitnah. Caranya buat berita palsu atau memotong omongan orang. Fitnah itu namanya black campaign. Kampanye hitam. Bisa pencemaran nama baik,” ucap Mahfud.
Ia mengimbau mahasiswa sebagai kaum intelektual turut mengedukasi masyarakat supaya tidak mudah terpicu oleh maraknya hoaks di sosial media. Supaya pada Pemilu 2024 nanti, masyarakat dapat menentukan pilihan kepada calon pemimpin dengan pikiran yang jernih.