Rabu 15 Nov 2023 19:30 WIB

Heboh Pemberian Otak-Otak untuk Anak Stunting di Depok, Begini Penjelasan Dinkes

Dinkes Depok memastikan menu yang diberikan sesuai standar Unicef.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Indira Rezkisari
Petugas kesehatan menimbang berat badan balita saat layanan posyandu untuk cegah stunting,
Foto: ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani
Petugas kesehatan menimbang berat badan balita saat layanan posyandu untuk cegah stunting,

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK – Program pemberian makanan tambahan (PMT) lokal bagi anak gizi kurang atau stunting yang sedang berlangsung di Kota Depok, Jawa Barat, sedang disorot. Sejumlah warga mengeluh dengan makanan yang diberikan karena ada menu otak-otak hingga tahu yang dianggap tidak signifikan untuk menopang kebutuhan gizi anak stunting.

Petugas gizi di Puskesmas Pengasinan, Anita Yuningsih, mengeklaim menu yang dirancang Dinkes Depok dalam program PMT lokal ini telah sesuai standar. Menu-menu yang diberikan bahkan mengikuti standar dari Unicef.

Baca Juga

"Kemarin menjadi masalah misalnya, tahu kukus kita berdasarkan resep yang di Unicef. Yang kelihatannya tahu, itu sebenarnya ada ayamnya, ada daging ikannya, ada putih telur," ujar Anita Yuningsih saat agenda klarifikasi Dinkes di PWI Depok, Rabu (15/11/2023).

Menurut Anita, menu tahu kukus sudah sesuai standar untuk memenuhi kebutuhan gizi anak. Bahan-bahan yang digunakan juga dirancang penuh protein yang dibutuhkan anak stunting.

"Jadi kalau kita hitung per porsinya ada kandungan 180 kalori dan 12 gram protein. Ini dari satu versi yang didapatkan balita ada di situ. Itu yang sudah kita berikan sesuai resep yang diberikan," katanya.

Dia juga mengatakan, menu otak-otak yang diberikan kepada anak stunting telah sesuai dengan standar gizi yang dibutuhkan. Menu ini terdiri atas daging ikan dan ayam yang dibutuhkan anak untuk menunjang gizi mereka.

Anita menyebut dalam satu porsi kudapan otak-otak yang diberikan, ada 9 hingga 11 gram protein yang bisa meningkatkan asupan gizi anak stunting. Sehingga dengan kandungan yang ada dalam menu-menu ini, seharusnya tidak akan menjadi masalah bagi anak.

"Kenapa sih jadi masalah? Karena mungkin melihatnya dari kacamata orang dewasa. Kalau saya, karena saya petugas lapangan, saya ikut mengawal, ikut saat ibu balita menerima dan melihat respons anaknya makan. Bahkan, ada ibu-ibu yang mengatakan, oh, ternyata nasi bisa dibikin bola-bola begini, ya. Untuk ke depan bisa saya bikin," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement