REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sebanyak 20 desa meraih penghargaan sebagai Desa Bebas Stunting pada 2023. Kedua puluh desa tersebut meraih penghargaan sebagai desa yang memiilki inovasi percepatan penurunan stunting dan dinyatakan bebas stunting dalam empat kategori.
Penghargaan kepada 20 desa diberikan pada Pertemuan Nasional Desa Bebas Stunting Award 2023 di Ballroom Hotel Sahid Jaya DI Yogyakarta, Senin (13/11/2023), yang digagas Asosiasi Dinas Kesehatan (Adinkes) Indonesia berkolaborasi dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).
Kepala BKKBN Dr dr Hasto Wardoyo, SpOG(K), mengatakan, penghargaan kepada desa atau kampung terpilih yang memiliki upaya konsisten atau inovasi yang berdampak pada penurunan insidensi stunting di wilayahnya.
"Selamat kepada para kepala desa yang berhasil membina sehingga desanya berprestasi pada malam hari ini," kata Hasto, mengutip keterangan tertulis, Selasa (14/11/2023).
Adapun pemenang Desa Bebas Stunting Award 2023 kategori Intervensi Sensitif diraih Desa Bontoloe (Sulsel), Kalurahan Mandarsari (Kalsel), Desa Purwosari (Nagan, Aceh) dan Kalurahan Tanjungpinang Barat (Kepri). Sementara kategori Kawasan Tanpa Asap Rokok diraih Desa Kire (Sulbar), Kelurahan Wonotingal (Jateng) dan Kelurahan Boribellaya (Sulsel).
Pemenang kategori pangan lokal diraih Kelurahan Jombangan (Surabaya), Lumban Siagan Julu (Sumut), Desa Pinang Merah (Jambi). Pemenang kategori intervensi spesifik diraih Kelurahan Sidoluhur (Sleman, DIY), Nagari Sinuruik (Sumbar), Desa Ulak Teberau (Sumsel), Kelurahan Jatimulya (Depok, Jabar), Desa Rangkah (Kebumen, Jateng), Desa Kalimatong (NTB), Desa Keban Agung (Muara Enim, Sumsel), Desa Kokoleh (Sulut), Desa Nglandeyan (Blora, Jateng) dan Desa Cileng (Magetan, Jatim).
Hasto mengatakan, untuk mencapai kesuksesan dari bonus demografi, perlu untuk memaksimalkan investasi sejak dini yaitu dengan upaya pencegahan stunting. Kaitannya dengan kualitas SDM, tidak hanya sehat raganya tetapi juga sehat jiwa dan mentalnya. Ketika stunting masih tinggi, maka mempengaruhi yang lain, Indeks Pembangunan Manusia.
Hasto mengatakan bahwa kondisi pertumbuhan dan perkembangan manusia atau disebut Human Capital Index (HCI) Indonesia berada di urutan ke 96 menurut World Bank (2020). Parameter tersebut mengukur sejauh mana organisasi menggunakan, menempatkan, dan mengembangkan kemampuan individu untuk berkinerja dan membuat nilai tambah pada organisasi melalui kompetensi ekspertis dan pengetahuannya, disebut juga intellectual capital.
"Masalah kesenjangan stunting ini masih tinggi dan mempengaruhi kualitas SDM sehingga inilah yang menjadi program prioritas. Kita tidak boleh rendah diri, namun harus sadar betul stunting menggerus intellectual skill dan menurunkan IQ. Marilah dengan semangat kesadaran membangun manusia ini penting sekali," kata Hasto.
"Harapannya highskill tenaga kerja kita naik, hari ini kita masih low skill-medium skill, itulah urutannya. Masih jauh dari negara tetangga kita, stunting menggerus pendapatan per kapita kita karena jika dibandingkan kelompok stunting berpenghasilan 20 persen lebih rendah," tambahnya.
"Ingat selain stunting, ada mental emotional disorder, saat ini di antara 100 remaja ada 9,8 persen remaja yang error, ada 7 dari 1000 orang yang ODGJ, kasus NAPZA 5,1 persen. Lalu anak-anak muda menyebut toxic relationship, perceraian meningkat pesat. Tahun 2021 ada 581 ribu keluarga, hati-hati," tambah Hasto.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Pengurus Pusat Adinkes dr M Subuh, MPPM, mengungkapkan bahwa harapannya desa pemenang awards dapat menjadi contoh nasional dan mempertahakan kualitasnya dengan terus berinovasi menurunkan stunting.
"Alhamdulillah dari 176 pendaftar kita mendapatkan 20 desa terpilih dari empat kategori penghargaan," kata Subuh.
Pihaknya berkomitmen untuk bekerja sama dengan pemerintah terus melakukan pendampingan. "Saya mengucapkan terimakasih kepada vBKKBN dan Kemendesa PDTT atas kolaborasinya sehingga terselenggara acara ini," ucap Subuh.
Ia menjelaskan, tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan peran desa atau kelurahan dalam upaya penanggulangan stunting melalui rekognisi praktik baik yang dilakukan.
"Pemenang penghargaan tidak harus dari desa yang telah bebas atau nol kasus stunting tetapi lebih kepada desa/kampung/kelurahan/RW yang memiliki inisiatif baik dalam mencegah dan mengendalikan kejadian stunting di wilayahnya," jelasnya.