Selasa 14 Nov 2023 18:44 WIB

Pengamat Sebut Pernyataan Megawati dan Ganjar Bentuk Kecemasan, Sasar Jokowi

Peluang kubu Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin berkolaborasi semakin besar.

Rep: Antara/Erik PP/ Red: Erik Purnama Putra
Ketua Umum DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri.
Foto: Tangkapan Layar
Ketua Umum DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri mendadak muncul di akun Youtube PDIP, Ahad (12/11). Dalam pidato singkatnya, Mega menyinggung situasi politik terkini terkait Pilpres 2024. 

Secara khusus, presiden ke-5 RI tersebut menyoroti putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang mencopot Ketua MK Anwar Usman karena terbukti melanggar kode etik. "Putusan MKMK telah memberikan cahaya di tengah kegelapan situasi demokrasi Indonesia," kata Megawati.

Anwar dianggap melanggar etik karena terlibat dalam merancang putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, Oktober lalu. Putusan itu merevisi syarat usia bagi calon capres-cawapres yang tertuang dalam UU Pemilu. Putusan itu memberikan jalan bagi Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai cawapres Prabowo Subianto. 

Megawati juga mengingatkan agar publik berperan aktif dalam menjaga pemilu 2024 dari segala bentuk kecurangan. Dia menyebut gejala kecurangan sudah mulai terlihat. "Rakyat jangan diintimidasi seperti dulu lagi," kata Megawati.

Seolah senada, putusan MK juga jadi tema yang disinggung bacapres Ganjar Pranowo dalam video yang diunggah di akun Instagram @ganjar_pranowo, Ahad (12/11). Ganjar meminta publik tak hanya diam menyikapi putusan yang bermasalah itu. 

"Indonesia kita masih sangat panjang perjalanannya. Saya berharap masa depan Indonesia dapat dibangun dengan fondasi dan nilai-nilai luhur bangsa tanpa tendensi apa pun yang mencederai demokrasi dan keadilan," kata eks gubernur Jawa Tengah tersebut.

Direktur Nusakom Pratama Institute Ari Junaedi menilai, pernyataan Megawati dan Ganjar mengindikasikan kecemasan akan penyelenggaraan pemilu ke depan. Kecemasan itu berusaha 'ditularkan' ke masyarakat lantaran mayoritas publik seolah tak peduli terhadap rekayasa hukum yang terjadi di MK. 

"Ganjar berkomentar seperti itu karena melihat fenomena masyarakat itu acuh. Masyarakat tidak mengetahui dampak buruk ke depannya. Putusan MK nomor 90 itu menjadi titik balik, bagaimana hukum dikadali, bagaimana hukum direkayasa. Pernyataan Megawati itu linear dengan pernyataan Ganjar," kata Ari di Jakarta, Selasa (14/11/2023).

Ari menyebut, putusan MK nomor 90 merupakan lampu kuning bakal kembali munculnya otoritarianisme. Apalagi, instrumen negara telah digunakan untuk pemenangan calon yang diduga disokong Istana. "Bahkan, menurut saya, sudah lampu merah karena instrumen negara membuat demokrasi tidak berjalan lagi," ujarnya. 

Ari menilai, keresahan yang sudah muncul di kalangan elite dan intelektual bisa menjelma menjadi gerakan rakyat yang membesar. Terlebih bila koalisi Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin bersinergi untuk melawan kecurangan hukum dan pelanggaran netralitas aparat yang terjadi di Pemilu 2024.

"Menurut saya, ini semakin lama bisa menjadi gerakan yang membesar. Keyakinan itu saya lihat dari gerakan mahasiswa, kemudian ada elemen masyarakat di Yogya," ujar Ari.

Dia menilai, jika Presiden Jokowi semakin kentara memperlihatkan mobilisasi instrumen negara untuk memenangkan Prabowo-Gibran, peluang kubu Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin berkolaborasi semakin besar. Pasalnya, mereka memiliki kepentingan yang tidak jauh berbeda. 

"Mereka memiliki irisan yang sama soal kegelisahan demokrasi. Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud itu resah dengan kekuatan suprastruktur negara untuk pemenangan calon tertentu," kata Ari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement