REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyebut, jumlah orang yang mengalami gangguan jiwa di dunia mencapai 910 juta orang atau setara satu dibanding delapan orang di dunia. Budi menjelaskan, ada tiga kelompok gangguan jiwa berdasarkan tingkatan keparahannya.
Kategorinya adalah gangguan kecemasan (anxiety), depresi, dan skizofrenia (gangguan mental berat). Untuk di Indonesia, kata Budi, jumlah pengidap gangguan jiwa yang terdeteksi mencapai satu dari 10 orang.
"Di dunia itu penyakit gangguan jiwa itu banyak sekali. Jadi 910 juta, satu dari delapan orang di dunia kena gangguan jiwa dan di Indonesia satu dari 10 yang terdeteksi," ujar Budi saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023).
Berdasarkan data, prevalensi gangguan jiwa di Indonesia, yakni gangguan mental emosional (ansietas maupun bipolar) mencapai 9,8 persen, kemudian depresi 6,1 persen, dan gangguan jiwa berat (skizofrenia) 0,2 persen. Menurut dia, untuk kasus gangguan kecemasan, termasuk yang belum terdeteksi dengan maksimal.
"Padahal banyak sekali yang kena. ini hormonalnya sudah terpengaruh hormon serotonin dan dopamin kemudian bisa jadi depresi. Kemudian deteksi dini kita itu lemah sekali, memang deteksinya masih belum advan jadi lebih yang sifatnya observasi," ujar eks wakil menteri BUMN tersebut.
Karena itu, pemerintah ke depan akan melakukan perbaikan pemindaian untuk kesehatan jiwa melalui berbagai fasilitas pelayanan kesehatan. Sehingga, nantinya mulai puskesmas dan rumah sakit umum juga bisa memberikan penanganan kepada individu yang terdeteksi gangguan jiwa.
Budi menyampaikan, sebanyak 5.694 puskesmas atau 55 persen dari total puskesmas, 279 rumah sakit umum (RSU) atau sekitar 10,7 persen dari total RSU, dan 44 rumah sakit jiwa jiwa atau rumah sakit ketergantuan obat (RSJ/RSKO) di Indonesia yang mampu memberikan layanan kesehatan jiwa.
"Agar semua puskemas nanti bisa lakukan skrining jiwa karena ini tinggi sekali dan harusnya bisa ditangani dengan lebih baik, agar jangan terus turun dari anxiety nggak kerawat jadi depresi, nggak kerawat jadi skizofrenia, kalau skizofrenia masuk RS Jiwa sudah susah itu udah telat kayak kanker," kata Budi.
"Jadi begitu anxiety itu diajarin bagaimana treatmentnya, kalau turun ke depresi diajarin terapinya ada metodologinya," ujar Budi menjelaskan.