REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Indonesia Corruption Watch (ICW) mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menetapkan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi (AQ) sebagai tersangka kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) 2020-2022. Namun, ICW juga mendorong agar Kejagung memeriksa anggota BPK lainnya untuk menuntaskan kasus korupsi yang sangat merugikan negara tersebut.
“Segala upaya untuk membongkar kasus ini harus dilakukan, termasuk juga meminta keterangan dari anggota BPK yang lain,” ujar peneliti ICW, Tibiko Zabar, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (3/11/2023).
Tibiko menilai, adanya dugaan bahwa Achsanul Qosasi telah menerima uang korupsi senilai Rp 40 miliar menunjukkan ada upaya sistematis dan terorganisasi untuk mengamankan perkara korupsi BTS 4G BAKTI Kemenkominfo 2020-2022 tersebut. Sehingga patut diduga ada indikasi kasus ini melibatkan elit-elit politik, pemerintahan, atau pihak-pihak profil besar sangat kuat.
“Ini menjadi tamparan telak, sangat ironis ketika anggota BPK menjadi tersangka sebab apa. Sebab kita tahu BPK memiliki kewenangan mengaudit keuangan negara dan kondisi ini juga akhirnya menjadi masalah yang sangat besar,” kata Tibiko.
Dalam kasus ini Achsanul Qosasi dijerat dengan sangkaan Pasal 12 B, Pasal 12 E, atau Pasal 5 Ayat (2) b, juncto Pasal 15 Undang-undang (UU) 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dan Pasal 5 Ayat (1) UU TPPU 8/2008. Karena itu, Tibiko meminta agar politikus Partai Demokrat tersebut juga harus diberhentikan secara tidak hormat dari BPK. Hal itu karena yang bersangkutan telah melanggar Undang-Undang BPK.
“Sesuai dengan Undang-Undang BPK, Pasal 19, Pasal 20, itu ya Achsanul Qosasih harus diberhentikan secara tidak hormat, karena sudah melanggar janji bahkan sudah menjadi tersangka,” ujar Tibiko menegaskan.
Selanjutnya untuk mengantisipasi agar kejahatan korupsi di lingkungan BPK terjadi lagi, kata Tibiko, maka pada proses rekrutmen anggota BPK dipilih dengan mekanisme yang terbuka transparan dan partisipatif dalam segala prosesnya. Kemudian jangan sampai dalam proses rekrutmen menggunkna proses transaksional, politis dan lain-lain. Salain itu, juga penting untuk dipastikan kembali bagaiaman mekanisme pengawasan terhadap kinerja anggota BPK itu sendiri.
“Selama ini kan mereka bertanggung jawab pada Presiden dan DPR seperti itu. Juga patut dikritisi dan saya kita ini juga momentum yang tepat untuk melakukan evaluasi kinerja para anggota BPK,” kata Tibiko.
Sebelumnya, Kejagung resmi menetapkan anggota BPK Achsanul Qosasi (AQ) sebagai tersangka, Jumat (3/11/2023). Auditor negara tersebut ditetapkan tersangka terkait dengan penerimaan uang Rp 40 miliar untuk tutup kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika. Dia menjadi tersangka ke-16 dalam runutan kasus korupsi yang merugikan negara Rp 8,03 triliun tersebut.
“Setelah dilakukan pemeriksaan secara intensif, dan dikaitkan dengan alat-alat bukti yang sudah kita (penyidik) temukan dan kumpulkan sebelumnya, disepakati kesimpulannya bahwa terhadap AQ (Achsanul Qosasi) ditetapkan sebagai tersangka,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kuntadi.