REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) kembali menggelar sidang dugaan pelanggaran etik hakim MK pada Kamis (2/11/2023). Agenda sidang guna memeriksa lima pelapor, yakni Perhimpunan Pemuda Madani, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM (PBHI) secara daring, Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, BEM Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA), serta perorangan advokat Alamsyah Hanafiah.
Dalam sidang itu, PBHI mengajukan buku yang ditulis Prof Jimly sebagai bukti tambahan. PBHI merujuk pada buku itu karena menjelaskan soal konflik kepentingan.
"Sebagai bukti tambahan, kami merujuk juga pada buku yang ditulis oleh yang mulia ketua MKMK hari ini Prof Jimly Asshiddiqie dengan merujuk pada buku berjudul oligarki dan totalitarianisme baru yang diterbitkan oleh LP3ES. Nanti mungkin bisa kami sampaikan juga secara fisik," kata Ketua PBHI Julius Ibrani dalam sidang itu.
Julius menyebut buku Prof Jimly memuat masalah yang dialami MK saat ini. Julius berharap buku tersebut dapat memperkuat argumentasi PBHI guna membuktikan adanya pelanggaran etik hakim MK.
"Dalam buku ini disampaikan terkait bagaimana konflik kepentingan, bagaimana kenegarawanan dan juga bagaimana memengaruhi tugas dan tanggungjawab pejabat negara, termasuk dalam konteks kekuasaan politik pemerintahan baik itu eksekutif, legislatif, dan yudikatif," ujar Julius.
MKMK sudah memeriksa hakim MK Anwar Usman, Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Saldi Isra, Manahan Sitompul, dan Suhartoyo. MKMK juga telah mendengar sebagian aduan para pelapor.
Deretan pelaporan terhadap MK merupakan akibat MK yang memutus tujuh perkara uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin (16/10/2023).
Enam gugatan ditolak, tapi MK memutuskan mengabulkan sebagian satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan yang pro pencalonan Gibran tetap diketok meski dihujani empat pendapat berbeda atau dissenting opinion hakim MK dan dua alasan berbeda dari hakim MK. RIZKYSURYARANDIKA.
Advertisement