Rabu 01 Nov 2023 08:06 WIB

Soal Dugaan Lobi-Lobi Putusan MK, Arief Hidayat: Saya Gak Tahu, Saya Gak Dilobi

Hakim MK Arief Hidayat mengaku tidak mengetahui adanya lobi-lobi untuk putusan MK.

Hakim Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat (kanan) bersiap menjalani sidang. Hakim MK Arief Hidayat mengaku tidak mengetahui adanya lobi-lobi untuk putusan MK.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Hakim Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat (kanan) bersiap menjalani sidang. Hakim MK Arief Hidayat mengaku tidak mengetahui adanya lobi-lobi untuk putusan MK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengaku tidak tahu soal dugaan adanya lobi saat memeriksa dan memutus Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden.

“Saya juga enggak tahu. Saya enggak dilobi,” kata Arief usai sidang tertutup dengan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) di Gedung II MK, Jakarta, Selasa (31/10/2023).

Baca Juga

Dia menampik anggapan putusan perkara tersebut sarat kepentingan politik. Dia menegaskan bahwa putusan tersebut murni karena menyangkut muruah institusi.

Namun demikian, dia mengatakan sembilan hakim MK sadar penuh bahwa MKMK harus dibentuk untuk mengusut laporan masyarakat yang masuk terkait putusan dimaksud.

“Saya kira enggak ada. Ini murni bahwa MK karena marwahnya, kepercayaan publik harus ditingkatkan, maka MK, kami bersembilan sadar bahwa harus dibentuk MKMK,” ujarnya.

Arief menjalani sidang tertutup dengan MKMK di Gedung II MK, Jakarta, Selasa petang. Ia diperiksa setelah Ketua MK Anwar Usman dan disusul Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.

Mereka diperiksa secara tertutup oleh tiga anggota MKMK, yakni Jimly Asshiddiqie, Wahiduddin Adams, dan Bintan R. Saragih.

Usai sidang, Arief mengaku telah menjelaskan seluruh rangkaian proses dalam memeriksa dan memutus perkara yang dipersoalkan publik itu.

“Seluruh rangkaian proses ditanyakan dan saya sampaikan penjelasan, tapi apa isinya saya kan enggak boleh sampaikan karena itu untuk kepentingan kerahasiaan MKMK,” kata dia.

Senin (16/10), MK mengabulkan sebagian Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A. dari Surakarta, Jawa Tengah.

Dalam gugatannya, Almas memohon syarat pencalonan peserta pilpres berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota.

Putusan itu menjadi kontroversi karena dinilai sarat konflik kepentingan. Laporan masyarakat yang menduga adanya pelanggaran kode etik hakim konstitusi dalam memeriksa dan memutus perkara itu kemudian bermunculan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement