Rabu 01 Nov 2023 01:02 WIB

Implementasi UU KIP Dinilai Masih Hadapi Berbagai Kendala

Kemenkominfo menilai implementasi UU KIP masih menghadapi berbagai kendala.

Lokakarya bertajuk Kajian Revisi UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Kemenkominfo menilai implementasi UU KIP masih menghadapi berbagai kendala.
Foto: Istimewa
Lokakarya bertajuk Kajian Revisi UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Kemenkominfo menilai implementasi UU KIP masih menghadapi berbagai kendala.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Keterbukaan informasi publik merupakan cerminan demokrasi suatu negara. Masyarakat dijamin hak publiknya untuk mengakses informasi demi dampak positif pembangunan.

Hal tersebut termaktub dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang telah berjalan selama 15 tahun di Indonesia.

Terkini, implementasi UU KIP masih menghadapi kendala dalam berbagai hal seperti kelembagaan, klasifikasi informasi, pemenuhan hak dan kewajiban pemohon informasi maupun badan publik, dan sanksi hukum. Selain itu, perkembangan lanskap teknologi digital memberikan peluang sekaligus tantangan terhadap pengelolaan dan pelayanan informasi publik.

Berdasarkan rilis yang diterima pada Selasa (31/10/2023), Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Usman Kansong, mengemukakan keterbukaan informasi publik sebagai prinsip dasar dalam pemerintahan yang baik dan demokratis.

"Ini pondasi penting yang memungkinkan masyarakat berpartisipasi dalam merumuskan kebijakan Pemerintahan, mendukung transparasi, dan memastikan akuntabilitas Pemerintah," kata Usman dalam Webinar Lokakarya bertajuk 'Kajian Revisi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik' di Surabaya, Senin (30/10/2023).

Menurutnya, UU KIP memberikan tanggung jawab kepada badan publik negara untuk secara aktif mempublikasikan informasi berkala, setiap saat, dan serta merta. Selain itu, UU Nomor 14 Tahun 2008 juga mengatur pengecualian terhadap akses informasi yang dapat membahayakan keamanan Nasional atau privasi individu.

"Ada tantangan bagaimana kita mendayung diantara dua kepentingan, yang pertama adalah keterbukaan informasi dan yang kedua adalah perlindungan informasi," kata Usman.

Kemkominfo memandang pengelolaan dan pelayanan informasi publik di badan publik kepada masyarakat belum terakomodir sepenuhnya dalam penerapan regulasi yang ada. Terkait permasalahan ini, Kemkominfo telah mengumpulkan studi kasus terkait di masyarakat dan beberapa badan publik yang akan dituangkan dalam kajian naskah akademik.

Selanjutnya, Kemkominfo, melalui Lokakarya ini, menfasilitasi pemangku kepentingan seperti Komisi Informasi, badan publik, masyarakat sipil, dan akademisi untuk mengkaji kemungkinan adanya revisi terhadap UU KIP tersebut.

"Dari hasil kajian tersebut, harapannya dapat mengakomodasi semua kebutuhan pemangku kepentingan dan tentunya lebih tepat guna untuk memenuhi hak publik mendapatkan informasi publik," kata Usman.

Hasil temuan permasalahan dipaparkan oleh Hasyim Gautama, Direktur Tata Kelola dan Kemitraan Komunikasi Publik, yang mengungkap temuan permasalahan dalam Implementasi UU KIP. Ia menyebut bahwa temuan tersebut terdapat di 7 (tujuh) klaster.

Klaster pertama yaitu pada pemohon dan Badan Publik, kedua pada proses pengelolaan informasi publik, ketiga Komisi Informasi, keempat Informasi Publik, kelima penyelesaian sengketa, keenam pasca keputusan Komisi Informasi, dan terakhir pasasl-pasal spesifik yang perlu direvisi.

Untuk membahas temuan tersebut, Kemkominfo menghadirkan narasumber yaitu Samrotunnajah Ismail (Komisioner Komisi Informasi Pusat), Muhammad Yasin (praktisi Keterbukaan Informasi Publik), dan Arbain dari FOINI (Freedom of Information Network Indonesia).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement