Selasa 24 Oct 2023 23:07 WIB

Himpunan Mahasiswa Silvikultur IPB Bedah Buku Sekolah Situ

Sekolah Situ merupakan platfrom sekolah lapangan.

bedah buku Sekolah Situ; Gerakan Penyelamatan Ekosistem Situ dengan Pendekatan Pendidikan Kritis Dan Perencanaan Partisipatif.
Foto: kstimewa
bedah buku Sekolah Situ; Gerakan Penyelamatan Ekosistem Situ dengan Pendekatan Pendidikan Kritis Dan Perencanaan Partisipatif.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Himpunan Mahasiswa Silvikultur/Tree Grower Community (TGC) bersama dengan Yayasan Nastari dan Danone Indonesia (PT TIV Citeureup) melaksanakan acara bedah buku Sekolah Situ; Gerakan Penyelamatan Ekosistem Situ dengan Pendekatan Pendidikan Kritis Dan Perencanaan Partisipatif.

Bedah buku ini diselenggarakan di Ruang Sidang Sylva, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, IPB University, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada Hari Ahad 22 Oktober 2023. 

Baca Juga

Salah satu penulis buku, Nevky Emiraj S dari Yayasan Nastari mengemukakan bahwa buku ini ditulis sebagai bentuk dokumentasi dari endapan pengalaman dari kerja-kerja pengorganisasian masyarakat di lapangan dan memberikan gambaran bahwa pendekatan pembangunan masyarakat bisa dilakukan oleh masyarakat itu sendiri (People centered).

“Alasan utama buku ini ditulis ialah sebagai bentuk pendokumentasian kegiatan yang sudah kami lakukan selama 3 tahun di lapangan bersama dengan masyarakat di Situ Citongtut, Desa Cicadas, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor. Pada buku ini kami ingin menunjukkan bahwa pembangunan di masyarakat bisa dilakukan oleh masyarakat itu sendiri, dengan menempatkan mereka sebagai subyek program (people centered) bukan hanya sebagai obyek dari program,” ujar Nevky ketika membedah buku Sekolah Situ.

Sekolah Situ merupakan platfrom sekolah lapangan dengan pendekatan Pendidikan orang dewasa yang berupaya untuk menumbuhkan kesadaran di masyarakat sehingga upaya dan pengembangan situ bisa dilakukan bersama-sama antara pemerintah, swasta, komunitas dan masyarakat itu sendiri.

Salah satu pembedah buku, Budi Raharjo (Agriculture and Economic Development Manager Danone Indonesia) mengapresiasi tampilan fisik buku, “tampilan buku Sekolah Situ dengan pallate warna biru yang mendeskripsikan bagaimana suatu situ atau danau sehingga buku terlihat menarik. Selain itu, buku memiliki ukuran yang pas sehingga nyaman dipegang/handy dan berdesain simple,” kata Budi.

Budi juga menambahkan bahwa buku ini tidak berhenti pada cerita ini saja, namun bisa dikembangkan lagi dengan menceritakan kemandirian yang muncul di masyarakat. “Kedepannya diharapkan ada kelanjutan dari buku ini, saya menunggu cerita kemandirian yang muncul di masyarakat sekitar Situ Citongtut,” ujar Budi.

Mencermati isi buku, pada beberapa bab menjelaskan bahwa perjalanan Sekolah Situ menjadikan platform tersebut tidak hanya berfungsi sebagai pembangunan kapasitas dan keterampilan di antara pihak yang terlibat saja, tetapi  melakukan hal yang lebih besar.

Sekolah Situ menjelma menjadi platform pendidikan pembebasan dan pengembangan masyarakat terkait lingkungan sekitar. Sekolah Situ menjadi fasilitator dalam hal perencanaan aksi partisipatif, stimulan pemerintah desa dalam pengembangan situ, mendorong pemuda berpartisipasi, mengorganisasikan diri, serta mengawal implementasi rencana aksi di masyarakat. 

Dr Alfian Helmi sebagai dosen dari Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat serta Asisten Direktur Bidang Kajian Strategis IPB University memandang buku ini adalah buku yang baik karena praktik yang lakukan dilapang dapat didokumentasikan dengan baik.

Alfian pun menambahkan buku Sekolah Situ memiliki 3 kata kunci utama, yakni visi, pengorganisasian dan kolaborasi. “Terdapat 3 kata kunci dalam buku ini yaitu yang pertama adalah bagaimana dalam memberdayakan masyarakat kita harus punya visi yaitu mimpi apa yang mereka mau, kita mau dan sama-sama mau, kedua yaitu pengorganisasian komunitas, dan yang ketiga adalah kolaborasi. Kemudian dalam buku ini juga pembelajaran dengan Pendidikan kebebasan perlu terus dilakukan yaitu membuat pengetahuan yang menggerakan, yang artinya bukan hanya orang itu sekedar tau, tetapi pengetahuan yang bisa membuat orang mau bergerak secara  bersama-sama,” ujar Alfian.

Acara bedah sedianya dihadiri oleh Bupati Kabupaten Bogor, Iwan Setiawan untuk membuka acara. Namun, diketahui Iwan tidak hadir dan diwakilkan oleh Kepala Bappedalitbang Kabupaten Bogor, Ajat Rochmat Jatnika. Ajat mengapresiasi kehadiran Sekolah Situ di Kabupaten Bogor dan berharap inovasi ini ditindaklanjuti di Situ lainnya di Kabupaten Bogor.

”Kabupaten Bogor secara spasial memiliki 102 Situ dan termasuk daerah dengan situ paling banyak, melihat adanya inovasi Sekolah Situ yang menempatkan masyarakat sebagai pemeran utama program, saya yakin program ini apabila diterapkan di Situ lainnya bisa terlaksana secara berkelanjutan dan menciptakan masyarakat yang mandiri dalam mengelola Situ, Saya berharap sehabis kegiatan ini ada pertemuan khusus untuk kita membicarakan program Sekolah Situ untuk diimplementasikan secara lebih luas,” pungkas Ajat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement