REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Perubahan Iklim Institut Teknologi Bandung (ITB) Djoko Santoso Abi Suroso mengatakan ketidakpastian (variabilitas) iklim yang melanda dapat memunculkan risiko iklim dan risiko bencana. Dia mengatakan, faktornya tak sekadar perubahan iklim, namun juga ketidakpastian iklim.
"Ini justru yang bisa menjadi bencana atau disaster," katanya dalam acara Bencana Akibat Perubahan Iklim disiarkan secara daring di Jakarta, Kamis (19/10/2023).
Ia menjelaskan variabilitas iklim dapat memunculkan bencana karena informasi iklim yang pertama kali diperhitungkan dalam perencanaan dan strategi adalah iklim rata-rata yang bersifat deterministik (proses kejadian yang sudah pasti). Adanya ketidakpastian iklim, katanya, bisa mengurangi efektivitas perencanaan yang sudah dibuat.
Ia mengatakan secara umum iklim di Indonesia dipengaruhi oleh moonson atau pola embusan angin yang berubah secara periodik dari daratan Benua Asia ke arah daratan Benua Australia dan sebaliknya. Selain itu, iklim di Indonesia juga dipengaruhi oleh keberadaan pola embusan di sekitar ekuator dan pengaruh-pengaruh lokal lainnya.
Ia menilai iklim dapat mengalami variabilitas berupa fenomena intra-musim (intra-seasonal), antartahunan (inter-annual), serta antardasawarsa (inter decadal). Ia mengatakan El Nino dan La Nina contoh variabilitas iklim antartahunan.
"Jadi variabilitas antartahunan itu biasanya, seperti sekarang El Nino yang membawa kekeringan dan La Nina itu membawa hujan, dan tahun lalu Indonesia mengalami La Nina sehingga curah hujannya lebih banyak," katanya.