Kamis 12 Oct 2023 07:25 WIB

Laki-Laki Berbobot 180 Kg di Bogor Butuh Bantuan untuk Berobat ke Singapura

Warga Kota Bogor, Singgih yang obesitas kini tinggal di rumah ibunya di Cibinong.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Erik Purnama Putra
Warga Kota Bogor, Singgih Sugiarto (44 tahun), pengidap obesitas yang kini tinggal di rumah ibunya di Cibinong, Kabupaten Bogor, Selasa (10/10/2023), menanti bantuan untuk berobat.
Foto: Dok Republika
Warga Kota Bogor, Singgih Sugiarto (44 tahun), pengidap obesitas yang kini tinggal di rumah ibunya di Cibinong, Kabupaten Bogor, Selasa (10/10/2023), menanti bantuan untuk berobat.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Salah seorang warga Kota Bogor bernama Singgih Sugiarto (44 tahun), dinyatakan obesitas oleh dokter di sebuah rumah sakit di Jakarta. Dia pun disarankan untuk berobat ke Singapura agar masalahnya bisa diatasi, tetapi terhalang biaya.

Singgih mengaku, awalnya memiliki bobot sekitar sekitar 110 kilogram (kg). Dengan bobot seperti itu, ia masih bisa beraktivitas secara normal. Sejak 2019 hingga kini, bobotnya mencapai lebih 180 kg akibat benjolan berisi cairan yang ada di perutnya.

Baca Juga

 Saat ini, Singgih tinggal dan dirawat di rumah ibu kandungnya di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Dia pun sedang menanti bantuan dari dermawan, yang bisa membantunya menjalani prosedur liposuction atau sedot lemak di rumah sakit Singapura.

Jika hal itu dilakukan, bisa membantunya kembali beraktivitas seperti sediakala. Menurut dia, proses sedot lemak tidak dilakukan di Jakarta karena alatnya di rumah sakit belum memadai.

"Yang ada mungkin di Singapura. Akhirnya saya buat paspor, datang imigrasi Kota Bogor ke sini (rumah). Saya cuma punya modal itu dan berdoa, ada pertolongan dari mana saja saya bisa berobat ke Singapura," kata Singgih saat ditemui Republika.co.id di Cibinong, Selasa (10/10/2023).

Singgih bercerita, benjolan lemak seberat lima kg itu awalnya muncul pada 2019. Benjolan itu mendadak semakin besar, hingga ia menjalani proses operasi pemotongan benjolan di sebuah rumah sakit di Jakarta.

Setelah operasi, ia pada 2020, merasa lebih sehat dan bisa kembali beraktivitas. Namun, pada pertengahan 2021, tiba-tiba perutnya kembali bengkak dan membesar. Sejak saat itu hingga kini, ia tak bisa bergerak leluasa hingga memilih tinggal di rumah ibunya.

Pada awal 2022, Singgih kemudian dirawat di rumah sakit selama 41 hari. Sampel darahnya pun dikirim oleh Laboratorium Prodia ke Amerika, dan keluar hasilnya bahwa Singgih mengalami rendah hormon kortisol.

"Dokternya ada 20 dokter di rumah sakit bingung, harusnya kalau kortisol rendah saya harusnya kurus. Tapi ini kortisol rendah orangnya gemuk, obesitas. Akhirnya saya dipulangin sampai saat ini. Saya coba cari jalan keluar lain," katanya menjelaskan.

Tidak menyerah sampai di situ. Singgih pun menemui dokter yang menangani pasien obesitas. Atas saran dokter tersebut, Singgih tidak disarankan untuk menempuh operasi bariatrik atau pengecilan lambung. Hal itu karena ia sudah tidak dalam masa pertumbuhan.

"Alternatif lain liposuction, itu pengangkatan lemak pada perut. Itu nanti perut saya mengecil karena perut isinya cairan. Nanti kaki akan kuat duduk berjalan lagi, dan bisa menopang badan. Bisa jogging, nanti bisa normal lagi," kata laki-laki kelahiran 1979 ini.

Dari informasi yang didapatnya, prosedur liposuction untuk bobot tubuh seperti dirinya harus dilakukan beberapa kali. Lantaran kini penumpukan lemak di tubuh Singgih tidak hanya ada di perut, namun juga di paha, pantat, dan bagian tubuh lainnya.

"Jadi memang dengan biaya ratusan juta itu mungkin dengan sistem berobat jalan mungkin setelah liposuction tunggu berapa bulan, sampai tuntas. Itu yang saya dengar, tidak bisa sekaligus," ucap Singgih.

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement