REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Ribuan warga Inggris menggelar unjuk rasa di depan Kedutaan Besar (Kedubes) Israel di London pada Jumat (22/8/2025). Mereka menyuarakan protes atas kebijakan Israel yang memicu bencana kelaparan di Jalur Gaza.
Dalam aksinya, massa mengekspresikan protes dan kecamannya secara simbolik, yakni dengan memukul-mukul panci dan wajan. Pemandangan warga Gaza yang harus berdesakan dan menyorongkan panci untuk menerima bantuan makanan kini telah menjadi keseharian di wilayah tersebut.
Direktur the Palestine Solidarity Campaign (PSC) Ben Jamal menjadi salah satu yang memotori unjuk rasa di depan Kedubes Israel. Meski saat ini sudah dilanda kelaparan, Jamal menyoroti ambisi Israel untuk merebut kendali Kota Gaza.
"Israel memulai tahap awal invasi daratnya yang akan memaksa lebih dari satu juta orang mengungsi dari Kota Gaza. Hari ini, Israel Katz, Menteri Pertahanan Israel, dengan bangga menyatakan, dan saya kutip: ‘Israel sedang bersiap untuk membuka gerbang neraka dan berkumpul kembali, menghancurkan Kota Gaza hingga menjadi reruntuhan.’ Kebiadaban demi kebiadaban demi kebiadaban, dan hari ini dari pemerintah kita, tak ada lagi yang tersisa selain kata-kata kecaman kosong," kata Jamal, dilaporkan Anadolu Agency.
Badan pemantau yang didukung PBB, Integrated Food Security Phase Classification (IPC), melaporkan hingga 15 Agustus 2025, bencana kelaparan di Gaza telah dikonfirmasi dengan bukti yang memadai. Sesaat setelah IPC menyatakan hal tersebut, Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), pada Jumat, mengumumkan hal serupa. UNRWA mengatakan, bencana kelaparan memang sengaja diciptakan Israel, salah satunya dengan memblokade pasokan bantuan kemanusiaan.
Saat ini lebih dari 62.300 warga Gaza telah terbunuh akibat agresi Israel yang dimulai sejak Oktober 2023. Infrastruktur sipil, termasuk rumah sakit, tak luput dari serangan Israel.
Pada November tahun lalu, Mahkamah Pidana Internasional menerbitkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanan Israel Yoav Gallant. Keduanya dituding terlibat kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.