Rabu 11 Oct 2023 06:06 WIB

Kala Anak Muda Banda Aceh Bicara Soal Capres Alternatif

Politik dinasti semakin mempersempit ruang gerak anak muda menjadi calon pemimpin.

Sekelompok anak muda dan mahasiswa berkumpul di sebuah kafe di  Jalan Seulanga, Ulee Kareng, Kota Banda Aceh, membahas Pemilu 2024.
Foto: Republika.co.id
Sekelompok anak muda dan mahasiswa berkumpul di sebuah kafe di Jalan Seulanga, Ulee Kareng, Kota Banda Aceh, membahas Pemilu 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, Sehabis Isya, di sebuah kafe kopi berarsitektur modern dan bertema industrial yang berada di Jalan Seulanga, Ulee Kareng, Kota Banda Aceh, sejumlah anak muda komunitas kreatif dan aktivis kampus menggelar hajatan pertemuan yang dikemas secara rileks.

Meski santai, anak-anak muda ini mendiskusikan topik yang cukup serius, isu politik kekinian dan tantangan sosial ekonomi nasional dan global. Menghadirkan pegiat gerakan anak muda sekaligus intelektual politik Dimas Oky Nugroho sebagai pemantik, diskusi yang berlangsung pada itu membahas seputar pilpres yang kian dekat.

Anak-anak muda ini ada yang masih kuliah, beberapa telah merampungkan studinya. Mereka tinggal di Banda Aceh namun tak sedikit yang berasal dari berbagai daerah. Salah satu aspirasi yang muncul adalah mempertanyakan peran kaum muda sebagai pemilih terbesar pada Pemilu 2024.

Isu serius lainnya yang dibahas adalah fenomena elitisme politik, termasuk politik dinasti, yang semakin mempersempit ruang gerak anak muda secara umum untuk ikut berpartisipasi secara terbuka dan fair di dalam politik.

"Bagi kami anak muda kritis, politik harus selalu memberi harapan. Jangan sampai buntu dan terjebak elitisme apalagi dinasti. Tapi di tingkat nasional, isu politik dinasti malah muncul. Politik yang terbuka memberi kesempatan anak-anak muda cerdas dari daerah," kata salah satu pimpinan komunitas muda Banda Aceh, Muhammad Ibda dikutip di Jakarta, Rabu (11/10/2023).

Ibda yang merupakan mahasiswa semester akhir di Universitas Syiah Kuala ini menyatakan dukungannya terhadap gagasan anak-anak muda di beberapa kota yang tergabung dalam Gerakan Nusantara atau 'Anak Muda Satu Nusa Satu Suara' untuk menggagas politik dan capres alternatif demi mengimbangi kekuatan oligarki dan politik dinasti.

"Paling tidak kehadiran capres alternatif ini harus bisa memberikan efek kejut bagi elitisme, sebagai gerakan moral untuk para capres di jalur formal yang diusung oleh partai politik untuk 2024. Di mana efek kejut itu bisa menarik diperbincangkan oleh publik, bukan hanya sekedar di medsos tapi juga dalam konteks progresif atau diskursus alternatif," kata Ibda.

Dia mencontohkan sejumlah nama tingkat nasional yang dinilai berpotensi sebagai sosok capres alternatif. Salah satu yang diusung oleh Gerakan Nusantara adalah Dimas Oky Nugroho. Dimas dikenal oleh kalangan anak muda, komunitas kreatif dan aktivis intelektual di banyak daerah dengan berbagai program pemberdayaan yang mendorong kepemimpinan anak muda sedari awal.

"Bagi saya, capres alternatif itu bukan sekedar figur yang populer, melainkan figur yang memiliki gagasan dan terasosiasi dengan pergerakan dan substansi yang relevan dengan kepentingan anak muda. Dan yang terpenting adalah capres alternatif ini lahir, tumbuh dan terorganisasi dari basis akar rumput," ucap Ibda.

Beberapa waktu lalu, berbagai komunitas aktivis anak muda yang berkolaborasi dengan Gerakan Nusantara atau 'Anak Muda Satu Nusa Satu Suara', dimulai dari Sumedang, Bandung, Medan, Yogyakarta, Denpasar, Malang, Samarinda, Makasar, Manado menyatakan penolakan terhadap dominasi oligarki dan politik dinasti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement