REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor mengatakan, segala hal dapat terjadi dalam perpolitikan di Indonesia. Salah satunya adalah saat Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang berepeluang besar akan berada dalam satu koalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Dinamika politik itu terlihat Partai Demokrat yang keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan, yang dinarasikan sebagai pengkhianatan Partai Nasdem. Hingga dideklarasikannya Abdul Muhaimin Iskandar sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) untuk Anies Rasyid Baswedan.
"Politik penuh kejutan ya dan apa yang terjadi di koalisi ini menunjukkan bahwa dalam politik ya bisa terjadi. Tidak ada teman selamanya, tidak ada musuh selamanya, yang ada adalah kepentingan-kepentingan," ujar Firman.
Ia juga menyoroti berpeluangnya PKB dan PKS yang akan berada dalam satu koalisi pengusungan Anies-Muhaimin. Padahal, kedua partai politik itu memiliki dua massa Islam yang berbeda.
Namun, kedua partai tersebut disebutnya disatukan oleh gagasan perubahan dari Anies dan Partai Nasdem. Gagasan tersebut sudah didukung oleh PKS sejak awal.
"Saya kira juga gesture dari PKB juga menunjukkan bahwa mereka welcome terhadap perubahan," ujar Firman.
"Bahkan menjadikan salah satu esensi ajaran kaum Nahdliyin menjadi basis bagi komitmen mereka untuk melakukan perubahan. Di mana anda akan menjadi orang yang merugi jika tak berubah dan akan menjadi orang yang beruntung kalau besok menjadi lebih baik daripada hari ini," sambungnya.
Gagasan tersebut semakin digaungkan oleh Partai Nasdem, yang sejak awal mendukung dan melindungi Anies. Meskipun dalam perjalanan koalisi tersebut, proses politik di dalamnya penuh intrik, ketidakpastian, dan pengkhianatan.
"Makanya dia (Partai Nasdem) membawa Anies dengan menjadikan dirinya sebagai tidak hanya sebagai pendukung, tapi juga tameng untuk Anies Baswedan yang memiliki track record berkomitmen untuk perubahan," ujar Firman.