REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon Presiden (Capres) Prabowo Subianto dinilai mendapatkan ‘Jokowi effect’ yang membuat elektabilitasnya tinggi menjelang Pilpres 2024. Direktur Eksekutif Lembaga Survei Nasional (LSN), Gema Nusantara Bakry mengungkap, banyakmpemilih PDIP yang akhirnya melabuhkan dukungannya kepada capres Koalisi Indonesia Maju (KIM) itu lantaran dipicu adanya Jokowi effect.
Menurut dia, setidaknya efek Jokowi memang berpengaruh sangat signifikan terhadap elektoral Prabowo pada Pilpres 2024. Gema juga merinci setidaknya ada tiga faktor pemilih PDIP beralih dukungan kepada Prabowo. "Pertama, Jokowi effect, di mana banyak pemilih PDIP yang mengikuti pilihan politik Presiden Jokowi," kata Gema kepada wartawan di Jakarta dikutip Senin (4/9/2023).
Berdasarkan survei LSN periode 14-24 Agustus 2023, pemilih PDIP yang memilih Prabowo terus bertambah. Terhitung mulai Maret 2023, pemilih PDIP mulanya yang mendukung Prabowo ada di angka 25,7 persen, kemudian melonjak menjadi 32,5 persen pada Juni 2023.
Terus menguat di angka 38,8 persen pada Juli 202,3 dan puncaknya pada Agustus 2023 mencapai 39,1 persen. Sebaliknya, konstituen PDIP yang memilih Ganjar cenderung terus mengalami penurunan.
Pada Maret 2023, pemilih PDIP yang memilih gubernur Jawa Tengah itu ada di angka 50,2 persen, kemudian merosot ke angka 48,1 persen pada Juni 2023, lalu tergelincir ke angka 45,3 persen pada Juli 2023, dan menurun lagi ke angka 45,2 persen pada Agustus 2023.
Menurut Gema, faktor berikutnya adalah kader PDIP tidak menerima pencalonan Ganjar Pranowo sebagai capres makin membesar. Hal itu diyakini mempengaruhi elektabilitas Ganjar yang selalu ada di bawah Prabowo. "Kedua, pemilihan Ganjar sebagai capres tidak diterima oleh sebagian kader PDI Perjuangan," ujar Gema.
Terakhir, Gema juga menilai, kepemimpinan Megawati Soekarnoputri yang terlihat kurang egaliter di mata para kader PDIP. Sikap Megawati yang seperti itu, menjadi salah satu faktor kuat banyaknya kader PDIP yang mendukung Prabowo. "Ketiga, gaya kepemimpinan Megawati yang kaku dan kurang egaliter, membuat rasa kurang nyaman sebagian elite dan kader PDI Perjuangan," kata Gema.