REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan kampanye di lembaga pendidikan terus menuai polemik. Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta melakukan antisipasi atas potensi konflik dan politisasi.
Koordinator Umum Komite Independen Sadar Pemilu (KISP), Moch Edward Trias Pahlevi mengatakan, KPU perlu menyertakan petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis yang jelas. Ini penting demi hindari penyalahgunaan.
"Hal tersebut dapat dituangkan dalam perbaikan Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu agar sesuai dengan putusan MK terbaru dan dapat didesain secara komprehensif," kata Edward, Jumat (1/9/2023).
Ia merasa, Bawaslu dan seluruh elemen masyarakat harus turut memastikan kampanye berjalan sesuai prinsip-prinsip demokrasi dan aturan berlaku. Sanksi tegas bagi pelanggar dan perbaikan regulasi jadi fondasi penting.
Terutama, memastikan kampanye di lingkungan pendidikan dapat memberikan kontribusi positif bagi proses demokrasi dan kontestasi 2024 yang lebih substansial. Lalu, perlu batasan perhatian khusus soal sekolah menengah.
Edward mengingatkan, karakteristik siswa yang berbeda dengan mahasiswa mempengaruhi proses belajar mengajar dan pandangan siswa. Karenanya, kebijakan kampanye di sekolah perlu ditinjau ulang dan diatur bijak.
Kebijakan kampanye di perguruan tinggi perlu pula diatur secara baik bersama kampus-kampus, penyelenggara pemilu dan kandidat. Sehingga, dapat membantu meningkatkan kontestasi yang lebih substansial.
"Meski ada larangan penggunaan atribut, alat peraga dan bahan kampanye lain, KPU perlu memperjelas batasan metode kampanye yang dibolehkan. Misal, debat kandidat, uji publik dan sejenisnya yang dapat mendorong dialog," ujar Edward.
KISP mendorong kebijakan kampanye di lingkungan pendidikan tidak hanya berfokus kepada capres-cawapres. Namun, dapat mengakomodir ruang dialog civitas akademika, perguruan tinggi dan arena perdebatan substantif.
"Antara para calon legislatif, partai politik hingga calon kepala daerah pada Pilkada 2024 nantinya," kata Edward.