REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo mengakui kinerja Muhaimin Iskandar cukup berhasil membesarkan PKB. Namun Ari tidak mengetahui secara pasti mengapa nama Cak Imin ini tidak "menjual" di berbagai survei yang telah dikeluarkan lembaga survei politik terkemuka di Indonesia. Ari menduga tidak naiknya elektabilitas Cak Imin di berbagai survei lantaran banyaknya tokoh yang berasal dari Nahdlatul Ulama (NU) yang cukup populer di masyarakat.
Dugaan Ari lainnya adalah posisi tarik menarik antara PKB dan NU. Di mana Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf mengatakan antara PBNU tak ingin berpolitik praktis.
Kitah PBNU yang tak ingin berpolitik praktis dan membebaskan warga NU untuk memilih pilihannya juga turut mempersulit elektabilitas Cak Imin. “Apalagi NU kultural yang berasal dari Gusdurian yang masih merekam betul manuver Cak Imin yang ‘mengkhianati’ Gus Dur Luka politik ini sulit untuk diobati," kata dia di Jakarta.
Dari berbagai survei yang dilakukan lembaga survei politik, nama Muhaimin Iskandar belum menunjukkan perbaikan elektabilitas. Bahkan ketika Lembaga Survei Indonesia (LSI) membuat survei politik, nama ketua umum Ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tak masuk dalam salah satu kandidat yang pantas mendampingi Prabowo Subianto.
Bahkan ketika LSI simulasi capres cawapres dengan menyandingkan Prabowo Subianto dengan Muhaimin Iskandar, elektabilitas pasangan ini kalah telak (32,9 persen) dengan Ganjar Pranowo - Erick Thohir (38,9 persen). Nama Muhaimin Iskandar hanya pantas mendampingi Anies Baswedan. Itu pun dengan elektabilitas yang sangat rendah yaitu 2,6 persen.
Ari menjelaskan, dalam politik di Indonesia khususnya di kalangan Nahdliyin pengkhianatan akan selalu menjadi catatan tersendir, sehingga ‘cacat’ politik ini turut mempersulit naiknya elektabilitas Cak Imin. "Berbagai catatan negatif seperti dugaan kasus kardus durian juga turut memperberat elektabilitas Cak Imin. Modal utama untuk meningkatkan elektabilitas adalah sosok yang disukai dan terhindar dari catatan negatif,” terang Ari.
Saat ini menurut Ari, sebagai sebagai pengusung Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), Cak Imim masih memiliki hak politik di poros Prabowo. Khususnya untuk menjadikan Cak Imin sebagai cawapres Prabowo.
Ari menduga saat ini Cak Imin tengah bermain untuk mencari keuntungan. Apakah keuntungan tersebut berada di koalisi Prabowo atau di kandidat lainnya. Menurut Ari penentuan posisi cawapres tidak semata-mata karena faktor elektroral. Faktor elektabilitas hanya salah satu faktor untuk memenangkan Pilpres 2024.
“Penentuan capres cawapres untuk dapat memenangkan pilpres mendatang ditentukan oleh chemistry, saling melengkapi, logistik, sehingga untuk dapat memenangkan capres dan cawapres harus dilihat secara utuh. Tidak sekadar elektroral sosok semata," ucap Ari.
Saat ini, kata Ari, banyak pernyataan dari elite PKB yang menagih kepastian Cak Imin sebagai cawapres Prabowo. Sekarang posisinya call berharap itu sangat tinggi,” sebut Ari.
Masuknya Golkar, PAN dan Partai Bulan Bintang di poros Prabowo dinilai Ari mengurangi daya tawar Cak Imin menjadi cawapres di KKIR. Sebelum masuknya PAN dan Golkar di KKIR, Gerindra sangat tergantung kepada PKB. Karena untuk dapat mengusung Prabowo menjadi capres, Gerindra harus berkoalisi dengan parpol lain. Namun kini setelah Golkar dan PAN bergabung, Ari melihat posisi PKB sangat terjepit di KKIR.
Dahulu ketika KKIR masih terdiri dari 2 partai saja, permintaan PKB untuk menjadikan Cak Imin menjadi cawapres Prabowo tidak direspon dengan jelas. Apa lagi saat ini ketika PAN bergabung degan KKIR dan mengajukan Erick Thohir yang memiliki elektabilitas tertinggi sebagai cawapres. Bahkan nama Erick pas dipasangkan baik dengan Prabowo maupun Ganjar. Dengan posisi yang semakin lemah tersebut, menurut Ari saat ini peluang PKB hanya mencari ‘kopensasi’ yang bisa didapatkan ketika Cak Imin tidak menjadi cawapres Prabowo.
“Adanya Golkar dan PAN di KKIR membuat ruang negosiasi PKB untuk mengusung Cak Imin sebagai Cawapres Prabowo semakin sempit. Cawapres yang diusung Golkar dan PAN justru memiliki ruang yang lebih besar. Jika kompensasi tidak didapatkan, ada kemungkinan PKB membuka peluang tawaran bergabung dengan poros lainnya."
Pertimbangannya menurut Ari pragmatis saja. Yaitu untuk kepentingan PKB terlebih dahulu. Apa yang didapat PKB ketika bersama Prabowo atau bersama yang lainya. "Ketika tak mendapatkan posisi cawapres, apakah PKB bisa memiliki ekspansi kekuatan politik yang lebih besar lagi. Jika tidak maka besar kemungkinan PKB hengkang dari KKIR,” kata Ari.