Senin 28 Aug 2023 19:33 WIB

Kemenkes: Kasus ISPA di Jabodetabek Meningkat dalam Enam Bulan Terakhir

Polusi udara berkontribusi terhadap peningkatan kasus ISPA dan Pneumonia di DKI.

Rep: Rongg/ Red: Friska Yolandha
Dokter melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap pasien bergejala Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Jumat (11/8/2023). Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyebut selain akibat polusi udara yang memburuk di Jakarta, penyakit ISPA dipengaruhi juga oleh perubahan iklim, dimana berdasarkan data dua bulan terakhir terdapat peningkatan kasus dari 99.130 kasus di bulan Mei 2023 menjadi 102.475 kasus di bulan Juni.
Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Dokter melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap pasien bergejala Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Jumat (11/8/2023). Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyebut selain akibat polusi udara yang memburuk di Jakarta, penyakit ISPA dipengaruhi juga oleh perubahan iklim, dimana berdasarkan data dua bulan terakhir terdapat peningkatan kasus dari 99.130 kasus di bulan Mei 2023 menjadi 102.475 kasus di bulan Juni.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan, hasil data pemantauan yang dilakukan dalam enam bulan terakhir menunjukkan terjadinya peningkatan kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Jabodetabek. Data tersebut berasal dari laporan yang dilakukan oleh Puskesmas maupun rumah sakit di wilayah Jabodetabek.

"Hasil data pemantauan yang dilakukan dalam enam bulan terakhir menunjukan, terjadi peningkatan kasus ISPA yang dilaporkan di Puskesmas maupun di rumah sakit Jabodetabek. Di mana, untuk wilayah DKI Jakarta mencapai 100 ribu kasus/bulan," kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Maxi Rein Rondonuwu, dalam keterangan pers, Senin (28/8/2023).

Baca Juga

Untuk mengatasi persoalan itu dari sisi kesehatan, pihaknya terus melakukan sejumlah upaya. Selain dengan mengajak masyarakat menerapkan 6M dan 1S, Kemenkes juga melakukan pemantauan secara real time kasus ISPA yang terjadi di Puskesmas Jabodetabek dan juga kasus Pneumonia yang terjadi di rumah sakit.

Selain itu juga telah dibentuk Komite Penanggulangan Penyakit Pernapasan dan Dampak Polusi Udara. “Kita juga inventarisir rumah sakit yang bisa lakukan penanganan pneumonia khususnya di Jabodetabek,” kata Maxi.

Adapun yang dimaksud dengan 6M dan 1S, yakni memeriksa kualitas udara melalui aplikasi atau website; mengurangi aktivitas luar ruangan dan menutup ventilasi rumah, kantor, sekolah, atau tempat umum di saat polusi udara tinggi; menggunakan penjernih udara dalam ruangan.

"Lalu, menghindari sumber polusi dan asap rokok, menggunakan masker saat polusi udara tinggi, melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat, dan segera konsultasi dengan tenaga kesehatan jika muncul keluhan pernapasan," jelas dia.

Sementara itu, Ketua Komite Penanggulangan Penyakit Pernapasan dan Dampak Polusi Udara, Agus Dwi Susanto, menyebutkan, berdasarkan survei dari Bappenas pada 2022, meningkatnya polusi udara berkontribusi terhadap peningkatan kasus ISPA dan Pneumonia di wilayah DKI Jakarta pada periode hampir 10 tahun setelah dilakukan riset.

Selain itu, kata Agus, hasil survei Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) pada 2019 menyebutkan penyakit pernapasan termasuk 10 penyakit terbanyak di Indonesia. Terlihat pula, polusi udara merupakan faktor risiko kematian kelima tertinggi di Indonesia setelah hipertensi, gula darah, merokok dan obesitas.

Karena itu, dalam kondisi udara yang tidak sehat seperti saat ini, Agus menyarankan agar masyarakat melakukan 6M dan 1S. Terlebih bagi orang yang pernah terkena penyakit pernapasan dan juga kelompok yang rentan terdampak akibat polusi udara seperti anak-anak, ibu hamil, orang dengan komorbid dan orang lanjut usia.

“Berbagai riset yang ada menyebut infeksi sekunder, terhadap penyakit respirasi biasanya lebih tidak baik daripada infeksi yang pertama, oleh karena itu cegah jangan sampai terjadi terutama pada empat kelompok risiko tinggi sehingga kalau aktivitas di luar ruangan pakai masker. Kuncinya adalah 6M dan 1S untuk mencegah risiko dampak kesehatan,” tutur Agus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement