Senin 28 Aug 2023 12:50 WIB

KontraS Ungkap Sederet Aturan yang Dilanggar di Kasus Anggota Paspampres Terduga Penculik

KontraS mengaku masih berusaha mendalami fakta peristiwa secara utuh.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Penganiayaan (Ilustrasi)
Penganiayaan (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam kasus dugaan penculikan hingga pembunuhan yang dilakukan oknum anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres). KontraS membeberkan sederet aturan yang dilanggar dalam kasus ini.

"Kami tentu sangat mengecam tindak penyiksaan yang dilakukan oleh prajurit aktif tersebut," kata Divisi Hukum Kontras Andrie Yunus kepada wartawan, Senin (28/8/2023).

Baca Juga

KontraS berpendapat ada sejumlah ketentuan telah dilanggar dalam kasus ini. Pertama, Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 33 ayat [1] menyatakan “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya”.

Kedua, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik Pasal 7 menyatakan “Bahwa tidak seorang pun boleh dikenai siksaan, perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat”.

Ketiga, Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain Yang Kejam, tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia, Pasal 12 menyatakan “Setiap negara pihak harus menjamin agar instansi-instansi yang berwenang melakukan suatu penyidikan dengan cepat dan tidak memihak, setiap ada alasan yang cukup kuat untuk memercayai bahwa suatu tindak penyiksaan telah dilakukan di wilayah hukumnya”.

Keempat, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 351 Ayat (1) dan (2) menyatakan sebagai berikut: “(1) Penganiayaan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah. (2) Jika perbuatan itu berakibat luka berat, yang bersalah dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun.”

Kelima, Peraturan Panglima TNI (Perpang) Nomor 73/IX/2010 tentang Penentangan terhadap Penyiksaan dan Perlakuan Lain yang Kejam dalam Penegakan Hukum di Lingkungan Tentara Nasional Indonesia: pasal (2) setiap penegak hukum di lingkungan TNI dan prajurit TNI yang terkait dengan tugas untuk memperoleh keterangan atau pengakuan, dilarang melakukan penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam serta merendahkan martabat manusia.

"Perlu ditegaskan bahwa tindak penyiksaan yang dilakukan prajurit Paspampres terhadap korban bukan hanya melanggar sejumlah ketentuan peraturan perundang-undangan, tapi juga merupakan tindakan yang mencederai harkat serta martabat setiap manusia," ujar Andrie.

Hingga saat ini, KontraS masih berusaha mendalami fakta peristiwa secara utuh. Namun, berdasarkan informasi sementara yang dihimpun, terduga pelaku merujuk pada anggota TNI aktif.

"Bahwa terdapat dugaan peristiwa penyiksaan yang dialami oleh korban atas nama Imam Masykur hingga meninggal dunia, pelakunya tiga prajurit TNI dari kesatuan Paspampres," ujar Andrie.

Di sisi lain, KontraS memandang peristiwa ini menjadi alarm pengingat bagi DPR dan panglima TNI untuk segera kembali mengevaluasi dan melakukan pembenahan serta perbaikan pada institusi. Tujuannya agar kasus keterlibatan TNI dalam ranah sipil tidak terulang kembali.

"Selain itu, tiga prajurit TNI pelaku penyiksaan kepada harus diadili melalui peradilan umum agar proses hukum dapat berjalan secara adil, objektif, dan transparan," ujar Andrie.

Sebelumnya, seorang warga sipil berinisial IM (25 tahun) harus kehilangan nyawanya seusai diduga diculik dianiaya hingga tewas anggota Paspampres Prama RM. Peristiwa penculikan pria asal Desa Mon Kelayu, Kecamatan Gandapura, Kabupaten Bireuen, Aceh itu terjadi pada Sabtu, 12 Agustus 2023 lalu di Rempoa, Ciputat Timur, Tangerang Selatan.

Beberapa hari kemudian jenazah korban IM ditemukan oleh warga di sebuah sungai di Karawang Barat, Jawa Barat. Pihak keluarga korban sempat membuat laporan polisi ke Polda Metro Jaya.

Pada Sabtu (26/8/2023), pihak keluarga dihubungi oleh Pomdam Jaya/Jayakarta terkait terduga pelaku yang sudah ditangkap. Kasus tindak pidana keji ini ditangani oleh Pomdam Jaya/Jayakarta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement