Selasa 22 Aug 2023 20:48 WIB

Soal 4 Tersangka Penyebab Polusi Udara, Polresta dan Polrestro Tangerang Saling Tunjuk

Polresta dan Polrestro Tangerang saling tunjuk soal 4 tersangka penyebab polusi udara

Rep: RR Laeny Sulistyawati/ Red: Bilal Ramadhan
Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan yang menghasilkan polusi udara. Polresta dan Polrestro Tangerang saling tunjuk soal 4 tersangka penyebab polusi udara
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan yang menghasilkan polusi udara. Polresta dan Polrestro Tangerang saling tunjuk soal 4 tersangka penyebab polusi udara

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Pihak kepolisian di wilayah Kabupaten Tangerang, Banten, tidak bisa berkomentar mengenai salah satu tersangka pembakar limbah berasal dari Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Banten. Alasannya karena daerah ini masuk dalam wilayah hukum Polres Metro Tangerang Kota.

"Itu locus-nya masuk wilayah hukum Polrestro Tangerang Kota," kata Kepala Polresta Tangerang, Kombes Pol Sigit Dany Setiyono kepada Republika, Selasa (22/8/2023). 

Baca Juga

Sementara itu, Kepala Polres (Kapolres) Metro Tangerang Kota Kombes Pol Zain Dwi Nugroho mengaku saat ini sedang menjalankan ibadah umrah. "Mohon maaf saya lagi ibadah umroh," ujarnya saat dikonfirmasi Republika.

Sebelumnya, Tim Penyidik Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menetapkan empat tersangka pembakaran limbah elektronik ilegal yang menjadi salah satu penyebab kerusakan lingkungan dan pencemaran udara di wilayah Tangerang, Banten.

"Keempat tersangka tersebut yakni MA (39 tahun), HI (48 tahun), S (50 tahun), dan MK (40 tahun). Keempat tersangka saat ini telah ditahan di rumah tahanan (rutan) kelas 1 Salemba, Jakarta Pusat," kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani saat konferensi pers di Jakarta, Senin (21/8/2023).

Rasio menjelaskan, tersangka MA, S, dan MK adalah pemodal, sedangkan HI berperan sebagai pembakar limbah elektronik di Desa Tegal Angus, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Banten.

"Tersangka dijerat dengan pasal 98, 103, dan 104 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup jo Pasal 55 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar rupiah," ujar Rasio.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement