REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menjelaskan kabut yang terjadi di Kota Palembang, Sumatra Selatan, dalam beberapa hari terakhir terutama pada pagi hari bukan dampak kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
"Kabut yang dirasakan masyarakat di Palembang dan sekitarnya bukan asap akibat kebakaran hutan dan lahan, fenomena kabut tersebut timbul akibat adanya uap air," kata Koordinator Bidang Observasi dan Informasi BMKG SMB II Palembang Sinta Andayani di Palembang, Jumat (18/8/2023).
Dia menjelaskan, fenomena kabut tersebut timbul akibat adanya uap air yang terbentuk pada titik-titik dingin di permukaan bumi yang kemudian bercampur dengan polutan. Dalam fenomena kabut tersebut, terdapat sebagian kandungan partikel polutan, oleh karena itu fenomena itu tidak dapat dianggap sebagai kabut murni.
Sinta mengatakan, berdasarkan hasil pengamatan cuaca, fenomena kabut yang terjadi di Palembang dan daerah sekitar menyebabkan penurunan jarak pandang namun masih tergolong aman untuk penerbangan dan aktivitas masyarakat lainnya. Dalam beberapa hari terakhir jarak pandang di Kota Palembang berkisar 2.500 hingga 5.000 meter, kondisi tersebut masih dalam kategori aman.
"Fenomena kabut tersebut enderung muncul menjelang pagi, saat suhu terdingin di permukaan bumi dan kelembaban udara mencapai tingkat tertinggi," katanya.
Hal ini, kata dia, membuat uap air menjadi jenuh dan membentuk titik-titik air padat yang dikenal sebagai kabut. "Kabut tersebut perlahan-lahan menghilang seiring terbitnya matahari yang memanaskan permukaan bumi," ujar Sinta.