Jumat 18 Aug 2023 17:38 WIB

IDAI Sebut Kebijakan WFH Bukan Solusi Polusi Udara di DKI

Indeks kualitas udara Jakarta berada pada angka 152.

Pengunjung beraktivitas di Perpustakaan Nasional dengan latar belakang polusi di langit Jakarta, Senin (14/8/2023). Pemerintah menilai kondisi polusi udara di Jakarta sudah berada diangka 156 dengan keterangan tidak sehat. Hal tersebut diakibatkan emisi transportasi, aktivitas industri di Jabodetabek serta ondisi kemarau panjang sejak tiga bulan terakhir. Presiden Joko Widodo merespon kondisi tersebut dengan menginstruksikan kepada sejumlah menteri dan Gubernur untuk segera menangani kondisi polusi udara dengan memberlakukan kebijakan WFH untuk mengatasi emisi transportasi, mengurangi kendaraan berbasi fosil dan beralih menggunakan transportasi massal, memperbanyak ruang terbuka hijau, serta melakukan rekayasa cuaca.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pengunjung beraktivitas di Perpustakaan Nasional dengan latar belakang polusi di langit Jakarta, Senin (14/8/2023). Pemerintah menilai kondisi polusi udara di Jakarta sudah berada diangka 156 dengan keterangan tidak sehat. Hal tersebut diakibatkan emisi transportasi, aktivitas industri di Jabodetabek serta ondisi kemarau panjang sejak tiga bulan terakhir. Presiden Joko Widodo merespon kondisi tersebut dengan menginstruksikan kepada sejumlah menteri dan Gubernur untuk segera menangani kondisi polusi udara dengan memberlakukan kebijakan WFH untuk mengatasi emisi transportasi, mengurangi kendaraan berbasi fosil dan beralih menggunakan transportasi massal, memperbanyak ruang terbuka hijau, serta melakukan rekayasa cuaca.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebut bahwa wacana pemberlakuan kebijakan work from home (WFH) bukan solusi atas persoalan polusi udara di DKI Jakarta. Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirasi IDAI Darmawan Budi Setyanto menilai polusi udara di DKI Jakarta bukan masalah baru.

"Sebenarnya polusi udara ini bukan masalah baru. Alih-alih menerapkan WFH, yang lebih penting adalah pembenahan transportasi publik," kata Darmawan Budi dalam webinar di Jakarta, Jumat (18/8/2023).

Baca Juga

Oleh karena itu, pihaknya mendorong adanya pembenahan moda transportasi publik. Sehingga masyarakat mau beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum. Saat ini, menurut dia, indeks kualitas udara Jakarta berada pada angka 152.

IDAI mendorong para pembuat kebijakan untuk melihat data indeks kualitas udara di DKI Jakarta selama beberapa waktu terakhir. Jika memang terjadi peningkatan tajam dalam pekan terakhir maka perlu diambil tindakan segera.

"Namun, jika indeks kualitas udara Jakarta segitu-gitu juga berarti tidak ada situasi yang baru," kata Darmawan Budi Setyanto.

Dia menambahkan, persoalan polusi udara ini berbeda dengan situasi darurat pandemi Covid-19 yang menuntut masyarakat untuk bekerja dari rumah demi menghindari penyebaran virus.

"Kita baru saja mengalami situasi yang mengharuskan work from home itu adalah situasi pandemi. Situasi pandemi ini bukan urgensi lagi tetapi emergency sehingga kita harus benar-benar selama waktu yang cukup panjang tinggal dalam rumah, bekerja dari rumah," katanya.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan perlu mendorong sistem kerja hibrida untuk mengurangi polusi udara di Jabodetabek, yang dalam sepekan terakhir masuk ke kategori sangat buruk.

"Jika diperlukan, kita harus berani mendorong banyak kantor melaksanakan hybrid working, work from office dan work from home mungkin. Saya tidak tahu nanti dari kesepakatan di rapat terbatas ini, apakah (jam kerja) 7-5, 2-5, atau angka yang lain," kata Jokowi di Jakarta, Senin (14/8/2023).

Pada Sabtu (12/8/2023), kualitas udara di DKI Jakarta berada pada angka 156 atau masuk kategori tidak sehat. Menurut Presiden Jokowi, kemarau panjang hingga penggunaan sumber energi dari batu bara menjadi faktor penyebab buruknya kualitas udara di Jabodetabek.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement