REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Asep Guntur Rahayu mengatakan informasi soal Harun Masiku masih berada di Indonesia adalah data lama.
"Iya, data perlintasan yang lama, jadi terhitungnya pada saat melintas itu," kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat.
Baca Juga
Asep yang juga menjabat sebagai Direktur Penyidikan KPK mengatakan hingga saat ini pihaknya belum menemukan data terbaru mengenai perlintasan Harun Masiku di perbatasan Indonesia.
"Sampai saat ini belum tercatat lagi ada data perlintasan dan melintas lagi," ujarnya.
Mantan politisi PDIP Harun Masiku diketahui pernah terdeteksi ke Singapura pada 16 Januari 2020, dan kembali ke Indonesia pada tanggal 17 Januari 2020.
Namun, pada saat itu Polri belum diminta untuk menerbitkan red notice. Hingga 1,5 tahun lamanya, baru Polri diminta menerbitkan red notice pada 30 Juni 2021.
Untuk diketahui saat ini masih ada tiga orang yang masih menjadi DPO (daftar pencarian orang) KPK. Ada dugaan bahwa para tersangka korupsi tersebut bersembunyi di luar negeri.
Pertama adalah tersangka dugaan pemberian hadiah atau janji terkait pengadaan pada PT PAL Kirana Kotama (KK) alias Thay Ming yang telah ditetapkan sebagai DPO KPK sejak 15 Juni 2017.
Selanjutnya Harun Masiku dalam perkara dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019—2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang ditetapkan sebagai DPO sejak 17 Januari 2020.
Ketiga, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin yang telah menjadi DPO KPK sejak 19 Oktober 2021. Paulus Tannos adalah tersangka dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik tahun 2011—2013 di Kementerian Dalam Negeri.
sumber : Antara
Advertisement