REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Universitas Hasanuddin, Dr.Phil. Sukri, M.Si, membaca kebimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk mengusung Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PPP, Sandiaga Uno sebagai calon wakil presiden mendampingi calon presiden PDIP, Ganjar Pranowo. Menurut Sukri, keraguan tersebut muncul karena PPP berpikir realistis soal peluang Sandiaga bisa memenangi Pilpres 2024 bersama Ganjar.
Meski menurut Sukri, Sandiaga adalah salah satu kader muda terbaik dan memiliki sumber daya ekonomi yang cukup besar, PPP cukup rasional melihat peluang Sandiaga. Apalagi mengingat ucapan Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani yang mengungapkan partainya tengah mempertimbangkan kemungkinan Sandiaga gagal menjadi cawapres mendampingi Ganjar.
Koalisi yang dipimpin PDIP dalam kacamata Sukri akan menghitung dan memastikan peluang cawapres Ganjar untuk dapat memberikan daya ungkit kemenangan. Sebab, masih kata Sukri, cawapres yang akan dipasangkan dengan Ganjar diharapkan memiliki nilai jual yang tinggi sehingga dapat memenangkan kontestasi pilpres.
"Lawan politik Ganjar nanti juga cukup besar, sehingga cawapresnya nanti harus memiliki nilai jual dan daya ungkit kemenangan," kata Sukri di Jakarta, Rabu (9/8/2023).
Menurut Sukrti tak ada ada gunanya jika parpol koalisi hanya memasangkan namun peluang untuk memenangkan pilpres kecil. "Sehingga koalisi parpol tidak gegabah memilih cawapres yang peluang menangnya kecil. Memang Sandiaga di berbagai survei ada potensi menang. Namun dibandingkan dengan Erick Thohir potensinya masih kalah. Sehingga itu yang mungkin membuat PPP lebih realistis dan tidak terlalu ngotot memasangkan Ganjar dengan Sandiaga," ucap Sukri.
Baik Sandiaga maupun Erick dinilai Sukri memiliki potensi sumberdaya ekonomi yang kuat serta irisan potensi pemilih dari generasi muda muda. Mereka memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sandiaga saat ini memiliki afiliasi partai, sehingga ketika koalisi memutuskan kandidat cawapres harus berasal dari parpol, maka Sandiaga akan diuntungkan.
"Namun ketika terjadi kebuntuan politik dalam menentukan cawapres, maka potensi Erick yang saat ini tidak memiliki afiliasi partai, sangat diuntungkan," ucap dia.
Berdasarkan survei dari berbagai lembaga menyebutakan, Erick dipasangkan dengan Ganjar ataupun Prabowo dapat menjadi daya ungkit kemenangan capres. Sebagai Anggota Banser menurut Sukri, Erick memiliki potensi yang sangat besar mendulang suara di Jawa Timur. Jawa Timur merupakan provinsi dengan jumlah pemilih terbanyak di Indonesia. Sebagai ormas keagamaan terbesar di Indonesia, Nahdatul Ulama sangat mendominasi di Jawa Timur.
"Pasti Erick memiliki potensi lebih dibandingkan Sandiaga. Apa lagi Erick sangat intensif membangun komunikasi di Jawa Timur. Sedangkan Sandiaga tidak terafiliasi dengan NU. Potensi cawapres mendapatkan dukungan dari NU menjadi sangat penting. Ini yang pasti menjadi pertimbangan koalisi parpol untuk memilih cawapres. Sehingga Erick memiliki keunggulan," ujar Sukri.
Memang saat ini nama Yenny Wahid dan Khofifah Indar Parawansa mencuat sebagai kandidat cawapres. Meski kedua tokoh wanita tersebut kuat di kalangan NU, namun menurut Sukri, Erick masih bisa diandalkan untuk mendulang suara di Jawa Timur dan warna Nahdliyyin. Ini disebabkan dalam politik di Indonesia, isu keterwakilan kaum hawa dan pemilih wanita memilih dari kaumnya masih belum menjadi perhatian yang besar.
"Ketiga tokoh ini memang memiliki representasi NU. Sehingga sekarang tinggal membandingkan masing-masing tokoh representasi NU tersebut," ucap Sukri.
Ia berkata, Yenny dan Khofifah merupakan dinilai sebagat tokoh politik yang senior dan cukup memiliki banyak pengalaman. Sedangkan Erick merupakan politikus muda yang dekat dengan generasi milenial dan generai X. "Sehingga menurut saya Erick memiliki nilai tambah yang tidak dimiliki oleh Yenny ataupun Khofifah," kata Sukri.