Selasa 08 Aug 2023 16:55 WIB

PPATK: Tujuh Provinsi Paling Berisiko Terpapar Uang Hasil Kejahatan Saat Pemilu

Provinsi yang paling berisiko adalah DKI Jakarta dengan poin 8,95.

Rep: Febryan A/ Red: Agus raharjo
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3/2023). Rapat tersebut membahas terkait isu soal adanya transaksi mencurigakan di Kementerian/ Lembaga.
Foto: Republika/Prayogi.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3/2023). Rapat tersebut membahas terkait isu soal adanya transaksi mencurigakan di Kementerian/ Lembaga.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut tujuh provinsi yang paling berisiko terpapar uang hasil kejahatan saat gelaran pemilu. Gambaran risiko ini mengacu pada hasil riset PPATK terhadap rekening milik atau terkait peserta pemilu.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana awalnya menjelaskan bahwa riset tersebut dilakukan terhadap rekening peserta pemilu (pilpres dan pileg) serta pilkada sejak tahun 2013 sampai tahun 2019. Artinya, hasil analisis ini terkait dengan peserta pilkada yang dilaksanakan dalam rentang tahun tersebut, peserta Pemilu 2014, dan peserta Pemilu 2019.

Baca Juga

Berdasarkan riset tersebut, semua provinsi berisiko terjadi kasus mengalirnya uang hasil kejahatan atau tindak pidana pencucian uang (TPPU) kepada peserta pemilu untuk keperluan kampanye. Provinsi yang paling berisiko adalah DKI Jakarta dengan poin 8,95.

Tempat kedua diduduki Jawa Timur dengan rata-rata risiko 8,81, lalu Jawa Barat (7,63), dan Jawa Tengah (6,51). Selanjutnya Sulawesi Selatan (5,76), Sumatra Utara (5,67), dan Sumatra Barat (5,67).

"Ini artinya apa? Artinya memang ada potensi dana hasil tindak pidana masuk sebagai biaya untuk kontestasi politik," kata Ivan dalam acara 'Forum Diskusi Sentra Gakumdu-Wujudkan Pemilu Bersih' yang digelar Kemenkopolhukam, dipantau secara daring dari Jakarta, Selasa (8/8/2023).

Lebih lanjut, Ivan mengungkapkan nominal debit-kredit Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LKTM) di rekening bank terkait peserta pemilu sejak 2013-2019. Total nominalnya mencapai Rp 1.147 triliun. Nominal terbesar terdeteksi di DKI Jakarta senilai Rp 540 triliun lebih dan Jawa Timur senilai Rp 367 triliun lebih.

"Angkanya luar biasa besar, tapi tidak bisa dikatakan tindak pidana karena ini adalah potret mutasi rekening-rekening yang kita indikasikan terkait kontestasi politik," ujarnya.

Menurut Ivan, untuk menyatakan uang yang mengalir tersebut merupakan bagian dari tindak pidana dan penerimanya diproses hukum, maka hasil riset tersebut harus ditindaklanjuti terlebih dahulu oleh aparat penegak hukum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement