REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, mengatakan simulasi bencana perlu dilakukan secara rutin terhadap masyarakat. Hal itu perlu dilakukan untuk terus melatih masyarakat agar tidak mengalami kebingungan akibat ketidakmengertian saat terjadi bencana.
"Supaya dapat dilakukan aksi-aksi antisipatif dengan pelibatan semua unsur masyarakat melalui edukasi kebencanaan agar sadar dan paham bencana serta peningkatan kemampuan dalam pengelolaan risiko bencana sehingga terwujudnya ketangguhan yang berkelanjutan (sustainable resilience),” ujar Muhadjir dalam siaran pers, Rabu (2/8/2023).
Dia menjelaskan, konsep ketangguhan yang berkelanjutan dikembangkan oleh Indonesia dan sudah mulai diadopsi oleh negara-negara lain. Hal tersebut ia sampaikan saat memberikan sambutan sekaligus membuka acara ASEAN Regional Disaster Emergency Response Simulation Exercise (ARDEX-2023) di Yogyakarta, kemarin.
Kegiatan ARDEX 2023 merupakan tindak lanjut dari pertemuan GPDRR tahun lalu di Bali, di mana Indonesia mendapatkan kesempatan untuk menggelar simulasi latihan penanggulangan darurat bencana. Selain itu, kegiatan itu bertujuan untuk membangun kapasitas dan menjalin solidaritas kerjasama negara-negara ASEAN dalam kebencanaan.
Terpilihnya wilayah Yogyakarta untuk menyelenggarakan simulasi kebencanaan itu menurut Muhadjir sangat tepat karena memiliki potensi gempa yang berasal dari sesar aktif, bernama Sesar Opak. Sesar itu disinyalir kuat menjadi penyebab gempa pada Mei 2006. Sesar Opak memiliki kekuatan hingga 6,6 SR yang harus diantisipasi setiap waktu karena berada tepat di bawah daratan Yogyakarta.
"Karena Yogya itu tidak hanya sesar opak saja yang jadi masalah, ada juga gunung merapi yang sangat aktif, dan kemungkinan terjadi tsunami dimana letak jogja berdekatan dengan samudera Hindia. Oleh karena itu tempat ini sangat ideal untuk diselenggarakan simulasi penanggulangan bencana ini," jelas dia.
Sejalan dengan hal tersebut, Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto, menyampaikan, pemanfaatan teknologi dalam meningkatkan resiliensi sangat diperlukan. Negara-negara di ASEAN dapat saling bertukar nilai, ilmu, serta pengalaman terutama terkait kebencanaan yang melibatkan sipil-militer, menuju One ASEAN, One Response.
"Terkait penanggulangan bencana, kita telah bekerja sama dengan seluruh negara yang ada di wilayah ASEAN ini. Semuanya sudah terjalin betul saling membantu jika terjadi bencana di negara-negara kawasan Asia Tenggara," tutur dia.
Pada acara tersebut turut hadir pula Deputy Secretary General ASCC Ekkaphab Phanthavong, Chargé d’Affaires a.i. of the European Union to ASEAN Lukas Gajdos, Kepala BMKG Dwikorita Karanawati, Kepala Basarnas, Marsekal Madya TNI Kusworo, Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta KGPAA Paku Alam X, dan Anggota Komisi VIII DPR RI My Esti Wijayati.