Selasa 25 Jul 2023 16:15 WIB

Sidang BTS, Saksi: Biaya Tower BTS Termahal Rp 2,6 Miliar per Titik

Dalam sidang BTS, saksi sebut biaya tower BTS termahal sebesar Rp 2,6 miliar/titik.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Terdakwa dugaan kasus korupsi proyek pengadaan BTS 4G Kominfo Johnny G Plate (kedua kanan). Dalam sidang BTS, saksi sebut biaya tower BTS termahal sebesar Rp 2,6 miliar/titik.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Terdakwa dugaan kasus korupsi proyek pengadaan BTS 4G Kominfo Johnny G Plate (kedua kanan). Dalam sidang BTS, saksi sebut biaya tower BTS termahal sebesar Rp 2,6 miliar/titik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Divisi Lastmile/Backhaul pada BAKTI Mufiammad Feriandi Mirza menyampaikan biaya yang dibutuhkan untuk membangun tower BTS terbilang bervariatif. Namun Feriandi mengestimasi biaya per titik tower paling mahal senilai Rp2,6 miliar. 

Hal itu diungkapkan Feriandi dalam sidang kasus korupsi BTS dengan terdakwa eks Menkominfo Johnny G Plate, Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif, Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia tahun 2020 Yohan Suryanto. 

Baca Juga

Mulanya, Feriandi menjelaskan ada 4.200 tower BTS yang rencananya dibangun di tahap pertama. Adapun nilai proyeknya mencapai Rp10,8 triliun. 

"Rp 10,8 T ini untuk 4.200 (tower)?" tanya hakim ketua Fahzal Hendri dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa (25/7/2023). 

"Iya," jawab Feriandi. 

"Rp 10,8 T, satu titik satu tower berapa anggarannya?" tanya Fahzal lagi. 

"Tidak sama Yang Mulia, bervariasi," jawab Fahzal. 

"Berapa paling tinggi?" cecar Fahzal. 

"Sekitar Rp2,6 miliar," jawab Feriandi. 

Feriandi menerangkan estimasi biaya itu mencakup pembangunan BTS dan perangkat yang dibutuhkan. Sehingga dengan anggaran sebanyak itu tower BTS sudah dapat berfungsi melayani masyarakat. 

"(Biaya Rp 10,8T) itu sampai berfungsi?" tanya Fahzal. 

"Sampai berfungsi, sampai keluar sinyal, sampai hidup," jawab Fahzal. 

Dalam perencanaan awal proyek BTS, Feriandi mengakui tak melibatkan konsultan dan tenaga ahli. Hal ini mengundang pertanyaan dari majelis hakim terkait estimasi biaya per tower yang akan dibangun. 

"Segitu besarnya anggaran kenapa tidak melibatkan ahli?" tanya Fahzal. 

"Saya tidak tahu Yang Mulia," jawab Fahzal. 

"Ini anggaran bukan miliaran atau juta, Rp10 triliun, masa setahu saudara tidak melibatkan tenaga ahli. Lalu, siapa yang menentukan sampai Rp2,6 miliar satu tower dengan perangkatnya?" timpal Fahzal. 

"Kalau tadi, Rp2,6 miliar itu berdasarkan kontrak hasil lelangnya ya," jawab Feriandi. 

Selain itu, Feriandi menjelaskan awalnya Kemenkominfo/BAKTI hanya dianggarkan untuk pembangunan 2.417 tower BTS di tahap pertama. Kemudian, Kemenkominfo mengajukan penambahan anggaran kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu). 

"Iya, total anggarannya kemudian disetujui untuk 4.200 akhirnya," ujar Feriandi. 

Diketahui, Johnny G Plate Dkk didakwa merugikan negara hingga Rp8 triliun. Kerugian ini muncul dari kasus korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kominfo Tahun 2020-2022 yang melibatkan Johnny dan lima terdakwa lainnya.

Kelima orang tersebut adalah Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif, Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia tahun 2020 Yohan Suryanto, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak, Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment Mukti Ali, dan Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan.

"Bahwa perbuatan terdakwa Johnny Gerard Plate, bersama dengan Anang Achmad Latif, Yohan Suryanto, Irwan Hermawan, Galumbang Menak Simanjuntak, Mukti Ali, Windi Purnama dan Muhammad Yusrizki Muliawan telah mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp8.032.084.133.795,51," kata JPU dalam persidangan pada 27 Juni 2023.

Atas tindakan tersebut, JPU mendakwa Johnny Plate, Anang dan Yohan dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement