REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Jakarta Propertindo (Jakpro) terlibat persekongkolan pembatalan dalam tender revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM). Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan akan membahas hal tersebut di internal Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI.
Tujuannya tentu saja untuk mengevaluasi direksi PT Jakpro dalam menentukan tender proyek. "Udah banyak yang nanya, nanti dibahas di internal," kata Heru kepada wartawan di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jakarta Pusat pada Kamis (20/7/2023).
Saat ditanyakan apakah akan mengevaluasi atau bahkan mencopot direksi PT Jakpro, ia hanya menjawab singkat. "Ya ada catatan seperti itu," kata Heru.
Majelis Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah memutuskan, PT Jakpro dan dua terlapor lainnya telah melanggar undang-undang (UU) mengenai kasus dugaan persekongkolan tender revitalisasi TIM. Jakpro menyatakan akan mengajukan banding terhadap putusan tersebut.
Putusan majelis komisioner KPPU disampaikan pada Selasa (18/7/2023). Diputuskan, terlapor I (PT Jakpro), terlapor II (PT Pembangunan Perumahan Tbk), dan terlapor III (PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk) secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 2 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat.
Dalam putusan itu, terlapor II didenda Rp 16,8 miliar, terlapor III didenda Rp 11,2 miliar, sementara terlapor I tidak dijatuhkan hukuman denda. Kuasa hukum PT Jakpro, Teddy Anggoro menyampaikan, pihaknya memang diringankan dengan tidak adanya putusan denda.
Pasalnya, tidak adanya denda akan memudahkan Jakpro mengajukan keberatan tanpa ada setoran 20 persen di muka, sesuai dengan putusan. Namun, Teddy menitikberatkan keberatan itu pada sudut pandang majelis komisioner yang dinilai berbeda dengan pihaknya.
Menurut dia, PT Jakpro tidak bersalah dalam kasus tersebut dengan adanya pembatalan tender pertama. Tender itu diketahui dalam hal pengadaan starball di TIM. Dia menyampaikan, keputusan KPPU tidak tepat karena memang sebenarnya, manajemen Jakpro menemukan ada semacam bentuk persaingan usaha tidak sehat.