Kamis 13 Jul 2023 22:05 WIB

Revisi UU TNI Dikhawatirkan Buka Kotak Pandora Otoritarianisme

Terjadi perluasan OMSP yang diatur dalam draft UU TNI.

Diskusi: Problematika Revisi UU TNI Ditinjau dari Perspektif Hukum, Politik, dan Hak Asasi Manusia.
Foto: istimewa/tangkapan layar
Diskusi: Problematika Revisi UU TNI Ditinjau dari Perspektif Hukum, Politik, dan Hak Asasi Manusia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf, menilai revisi UU TNI akan membuka kotak pandora kembalinya rezim otoritarianisme seperi jaman Orde Baru. Jika ini berhasil dilakukan maka konsekuensinya demokrasi Indonesia dalam keadaan terancam dan bahaya.

"Draft revisi UU TNI yang beredar dapat mendorong tindakan represif negara terhadap rakyatnya karena mengatur keterlibatan militer dalam hampir di setiap aspek kehidupan sipil,” kata Al Araf dalam siaran pers, Kamis (13/7/2023).

Hal ini disampaikan Al Araf pada diskusi “Problematika Revisi UU TNI Ditinjau dari Perspektif Hukum, Politik, dan Hak Asasi Manusia" di  Lembaga Bantuan Hukum Semarang (YLBHI) kerjasama dengan Imparsial, Kamis (13/7/2023).

Dalam draf RUU TNI, lanjut Al Araf, terjadi perluasan OMSP yang diatur dalam draft UU TNI. Lebih dari itu, OMSP dapat dilakukan secara mandiri oleh TNI tanpa terlebih dahulu didasarkan pada keputusan politik negara, yaitu keputusan yang diambil oleh Presiden dengan persetujuan DPR.

"Dalam UU TNI No. 34 tahun 2004, OMSP dilakukan berdasarkan keputusan politik negara, meski dalam praktiknya juga terdapat penyimpangan. Dalam draft revisi UU TNI yang beredar belakangan ini justru dihapus,” ungkap dia.

Sementara Adetya Pramandira dari Maring Institute menilai cita-cita reformasi 1998 untuk mengembalikan militer ke barak dan melakukan demiliterisasi di berbagai aspek kehidupan sosial-politik, sampai saat ini belum tercapai. 

"Perlu diakui bahwa proses demiliterisasi tidak berhasil sepenuhnya, hanya mengeluarkan TNI dari parlemen. Saat ini yang terjadi adalah justru re-militerisasi di mana militer terlibat dalam berbagai urusan masyarakat sipil,” paparnya.

Militer lanjut Adetya saat ini juga melakukan kontestasi ekonomi dan politik. Internalisasi ideologi militeristik ditanamkan dalam institusi pendidikan dan ormas di Indonesia. Pendidikan yang menekankan pengajaran humanis tidak ada, kecenderungannya justru militeristik. Hal ini terjadi secara laten dan terus menerus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement