Kamis 06 Jul 2023 17:17 WIB

Prabowo Sebut Banyak yang Nyinyir Indonesia Beli Jet Tempur Bekas 

Prabowo akui Indonesia sering terpaksa beli pesawat yang tidak baru.

Rep: Febryan A/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto saat hendak turun dari Pesawat Super Hercules C-130J TNI AU di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (6/7/2023). Prabowo menjajal pesawat yang baru dibeli pemerintah itu selama 20 menit.
Foto: Republika/Febryan A
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto saat hendak turun dari Pesawat Super Hercules C-130J TNI AU di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (6/7/2023). Prabowo menjajal pesawat yang baru dibeli pemerintah itu selama 20 menit.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto menyebut, ada banyak pihak yang nyinyir atas langkah pemerintah membeli 12 unit jet tempur Mirage 2000-5 bekas pakai Angkatan Udara Qatar. Prabowo menyebut Indonesia terpaksa membeli pesawat bekas karena butuh penguatan alat utama sistem pertahanan (alutsista) udara dalam waktu cepat. 

"Kebetulan memang banyak yang seolah-olah nyinyir, seolah-olah mau macem-macem menilai, diomongin pesawat bekas pesawat bekas. Ya, memang sering terpaksa kita beli pesawat yang tidak baru," kata Prabowo kepada awak media, usai menyerahkan Pesawat Super Hercules C-130J baru kepada TNI AU di Lanud Halim Perdanakusuma, Kamis (6/7/2023). 

Baca Juga

Prabowo pun menjelaskan urgensi pembelian pesawat bekas tersebut. Dia mengatakan, TNI Angkatan Udara butuh tambahan segera untuk memperkuat deterrence alias kekuatan menangkis potensi serangan. Apalagi, saat ini banyak negara berebut membeli pesawat tempur guna memperkuat pertahanan masing-masing karena 'banyak ketegangan' di mana-mana". 

Adapun Indonesia, lanjut dia, berupaya memperkuat alutsista TNI AU dengan membeli jet tempur Rafale baru. Indonesia diketahui sudah meneken kontrak pembelian 42 unit Rafale dengan produsen pesawat tersebut, Dassault Aviation, pada awal 2022. Pemerintah Indonesia pada akhir 2022 telah membayar cicilan pertama untuk enam unit Rafale. 

Masalahnya, kata Prabowo, unit pertama Rafale yang dibeli dari perusahaan yang berbasis di Prancis itu baru akan selesai diproduksi dan tiba di Indonesia 36 bulan lagi. Unit kedua hingga keenam akan datang berselisih setiap satu bulan setelah unit pertama. 

Setelah enam Rafale baru itu datang, lanjut Prabowo, perlu waktu 12 bulan untuk mempersiapkan skuadron. "Jadi, akan beroperasi kira-kira empat tahun lagi, 48 bulan lagi skuadron pertama," kata purnawirawan Letnan Jenderal TNI AD itu. 

Padahal, kata dia, TNI AU butuh penambahan alutsista segera sebelum Rafale beroperasi pada 2027. Karena itulah, Pemerintah Indonesia membeli 12 unit Mirage 2000-5 bekas pada akhir Januari lalu. 

"Nah itu lah maksudnya kita mencari pesawat fighter interim (Mirage 2000-5 bekas), yang bisa segera kita gunakan," kata Prabowo. 

Mantan Pangkostrad TNI AD itu mengakui pesawat tempur Mirage 2000-5 tidak secanggih Rafale. Sebab, Rafale merupakan pesawat tempur dengan teknologi termutakhir. Adapun Mirage 2000-5 merupakan burung besi yang menggunakan teknologi era 90-an. 

Kendati begitu, lanjut Prabowo, Rafale dan Mirage 2000-5 sama-sama diproduksi oleh Dassault Aviation. Prabowo juga mendapat penjelasan bahwa sistem pada Rafale merupakan peningkatan dari sistem Mirage 2000-5. 

"Jadi itu (Mirage 2000-5 bekas) kita pakai, satu untuk kekuatan deterrence, lalu untuk interim, sekaligus untuk membiasakan penerbang-penerbang kita dengan teknologi Prancis," kata Ketua Umum Partai Gerindra itu. 

Prabowo menambahkan, meski banyak yang nyinyir atas pembelian Mirage 2000-5 bekas dari Qatar, sebenarnya pesawat tersebut masih layak pakai karena jam terbangnya masih singkat. Artinya, TNI AU bisa menggunakan pesawat itu selama belasan tahun ke depan. 

"Mirage 2000-5 ini usia pakainya kira-kira 15 tahun lagi. Flying hours-nya baru dipakai (oleh Angkatan Udara Qatar) kurang lebih 30 persen," kata Prabowo. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement