Senin 03 Jul 2023 20:45 WIB

Pengamat: Mahalnya UKT Jelas Akibat Kebijakan PTNBH Alias Komersialisasi Kampus

Pengamat pendidikan menilai biaya UKT sebagian tidak transparan dan bebani orang tua.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ilustrasi Mahasiswa. Skema uang kuliah tunggal (UKT) di perguruan tinggi dinilai harus ditinjau ulang karena sangat memberatkan banyak mahasiswa.
Foto: Republika/mgrol100
Ilustrasi Mahasiswa. Skema uang kuliah tunggal (UKT) di perguruan tinggi dinilai harus ditinjau ulang karena sangat memberatkan banyak mahasiswa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Skema uang kuliah tunggal (UKT) di perguruan tinggi dinilai harus ditinjau ulang karena sangat memberatkan banyak mahasiswa. Mahalnya biaya UKT disebut merupakan dampak dari berlakunya perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN BH), yang membuat terjadinya tren komersialisasi di perguruan tinggi.

“UKT ini harus ditinjau ulang ya, karena di lapangan masih sangat memberatkan mahasiswa. Banyak perhitungan yang dirasa tidak masuk akal dan memberatkan orang tua,” ujar Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia, Ubaid Matraji, kepada Republika, Senin (3/7/2023).

Baca Juga

Ubaid menyampaikan, penentuan kategori UKT bagi setiap mahasiswa tidak jelas prosesnya. Universitas pun, kata dia, tidak mau terbuka soal itu. Hal tersebut, kata dia, kerap membuat mahasiswa dan orang tuanya terbebani oleh biaya UKT yang tak sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki.

“Memang ini yang terjadi, tidak jelas bagaimana data diinput, dianalisis, lalu keluar nominal UKT itu prosesnya bagaimana? Ini tidak transparan dan kampus tidak mau terbuka,” kata dia.

Dia menilai, biaya UKT yang semakin mahal merupakan dampak dari berlakunya PTN BH, di mana perguruan tinggi yang berbadan hukum diberikan otonomi untuk mendapatkan keuntungan. Akibatnya, terjadilah tren komersialisasi di perguruan tinggi.

“Jelaslah ini dampak dari PTN BH, di mana kampus diberikan otonomi untuk mendapatkan cuan. Maka yang terjadi adalah biaya jadi tambah mahal karena trennya adalah komersialisasi,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement