REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas Perempuan siap membantu mengadvokasi seorang mahasiswi di Pandeglang, Banten yang menjadi korban revenge porn. Komnas Perempuan menunggu pengaduan dari pihak korban.
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengaku sudah memperoleh informasi mengenai peristiwa tersebut. Andy menyebut Komnas Perempuan mulai melakukan penjangkauan terhadap pihak korban.
Kasus pemerkosaan ini mulanya diungkap kakak kandung korban, Iman Zanatul Haeri melalui akun twitternya @zanatul_91. Dalam unggahannya, korban disebut mengalami pemerkosaan dan penyiksaan sepanjang tiga tahun. Bahkan korban diancam dibunuh oleh pelaku yang disebut berinisial ALW.
"Komnas Perempuan menunggu laporan dari keluarga untuk bisa mengadvokasi korban," kata Andy dalam diskusi memperingati Hari Anti Penyiksaan Internasional di Jakarta pada Selasa (27/6/2023).
Andy mengimbau korban, keluarga atau pendampingnya mengadukan kasus tersebut kepada Komnas Perempuan. Andy menjamin Komnas Perempuan siap membantu korban sesuai kebutuhannya.
"Jangan sampai terjadi no viral no justice. Tolong lapor dulu ke Komnas Perempuan biar kami dapat kronologinya jelas," tegas Andy.
Akun @zanatul_91 juga menyinggung intervensi dari beberapa pihak hingga kejanggalan selama persidangan atas kasus tersebut. Salah satunya pihak korban dipersulit oleh jaksa ketika sidang di Pengadilan Negeri Pandeglang. Atas hal ini, Andy mendorong kubu korban melaporkannya kepada Komisi Kejaksaan (Komjak) agar bisa ditindaklanjuti.
Andy turut mengingatkan Majelis Hakim di perkara itu agar mematuhi Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (PERMA) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum.
"Keluarga perlu hubungi Komjak untuk lakukan pengawasan kenapa jaksa tidak membolehkan keluarga, kuasa hukum memantau sidang. Kedua, hakimnya perlu diingatkan PERMA 3 tahun 2017 perlu ditegakkan. Kehadiran pendamping korban penting," ujar Andy.
Selain itu, Andy menegaskan korban pada kasus ini wajib mendapatkan hak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Hak itu mencakup penanganan, pelindungan, dan pemulihan korban.
"Kasus ini setelah UU TPKS jadi korban terlindungi seperti diatur dalam UU TPKS," ucap Andy.
Sebelumnya, lini masa Twitter viral oleh pengakuan seorang guru bernama Iman Zanatul Haeri yang menceritakan kronologi pemerkosaan terhadap adiknya oleh seorang mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) berinisial ALW. Kuasa hukum menyayangkan kurangnya komunikasi dan tidak informatifnya pengadilan dan kejaksaan terhadap pihak korban.