REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate mengikuti sidang perdana di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat (PN Tipikor Jakpus) pada Selasa (27/6/2023). Johnny terlibat kasus korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kominfo Tahun 2020-2022.
Johnny menampakkan diri di PN Tipikor Jakpus sekitar pukul 10.30 WIB. Johnny menyimak sidang dengan mengenakan pakaian batik dan masker berwarna putih
Eks sekjen Partai NasDem tersebut mendapat pengawalan ketat petugas. Perkara Johnny tercantum pada nomor 55/Pid.Sus- TPK/2023/PN Jkt.Pst.
Johnny ogah berbicara satu kata pun kepada awak media saat akan duduk di kursi pesakitan mendengarkan pembacaan surat dakwaan.
Dalam sidang hari ini, Direktur Utama Bakti Kominfo, Anang Achmad Latif dan Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020 Yohan Suryanto turut menyimak dakwaan bersama Johnny.
Adapun tiga terdakwa lain ternyata baru akan menyimak sidang perdana pada pekan depan. Mereka adalah Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galubang Menak Simanjuntak, Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment Mukti Ali, dan Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan.
Jaksa penuntut umum (JPU) dalam dakwaannya dikabarkan tetap mengacu pada sangkaan pokok pidana korupsi Pasal 2 ayat (1), dan Pasal 3, juncto Pasal 18 UU Tipikor 31/1999-20/2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana terhadap semua terdakwa.
Kecuali, terhadap terdakwa GMS yang ditambahkan sangkaan Pasal 9 UU Tipikor, dan Pasal 3, serta Pasal 4 UU 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Adapun untuk terdakwa Jhonny Plate disebut tak ada penjeratan TPPU.
Pembangunan BTS 4G Bakti Kemenkominfo merupakan proyek prioritas nasional untuk pembangunan sekitar 7.000-an menara komunikasi di wilayah-wilayah terluar Indonesia. Dalam penyidikan terungkap, ada sekitar 4.200 pembangunan dan penyidikan BTS 4G Bakti dalam paket 1, 2, 3, 4, dan 5, yang terindikasi korupsi.
Di antaranya, Paket 1 di tiga wilayah; Kalimantan sebanyak 269 unit, Nusa Tenggara 439 unit, dan Sumatra 17 unit. Paket 2 di dua wilayah; Maluku sebanyak 198 unit, dan Sulawesi 512 unit. Paket 3 di dua wilayah; Papua 409 unit, dan Papua Barat 545 unit. Paket 4 juga Paket 5 di wilayah; Papua 966 unit, dan Papua 845 unit.