REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus pungutan liar yang terungkap di rumah tahanan KPK menunjukkan minimnya pengawasan di internal di lembaga antirasuah itu. Pengawasan tidak hanya dari sesama pegawai, pengawas internal, tetapi juga dari atasan.
"Pengawasannya longgar di internal KPK, baik pengawas internal maupun dari atasan langsung ynag membidangi rutannya tersebut," ujar Dosen Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung, Zainuddin Hasan, kepada Republika.co.id, belum lama ini.
Dalam kasus pungutan liar itu, kata Zainuddin, yang terlibat tentu tidak hanya satu dua orang. Karena sepengetahuannya untuk masuk ke dalam rutan itu ada pengamanan berlapis. Dari mulai penjaga pintu detektor hingga penjaga sel tahanan.
Mereka-mereka ini yang menentukan barang apa yang boleh dibawa dan siapa yang bisa masuk. "Jadi ini tidak mungkin pekerjaan individu," ujar pria yang menempuh pendidikan SI di Fakulas Hukum Unila itu.
Di sisi lain, kata ia, penting buat pimpinan KPK untuk menjaga muruahnya sebagai nahkoda. Mereka berperan untuk memberi contoh kepada anak buah agar bersih dan berintegritas. "Kalau pimpinan sering dilaporkan itu juga akan mempengaruhi bawahan," katanya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berbenah usai terungkap adanya dugaan pungutan liar (pungli) di Rutan Klas I Jakarta Timur Cabang Gedung Merah Putih. Lembaga antirasuah ini pun telah membebastugaskan puluhan pegawai yang diduga terlibat kasus tersebut.
"Sudah kita non-job kan semua. Puluhan," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (26/6/2023).
Alex tak menjelaskan lebih rinci mengenai identitas maupun jabatan pegawai yang dibebastugaskan, termasuk kemungkinan peran serta kepala rutan. Namun, dia menyebut, kasus ini membuat KPK mengambil tindakan bersih-bersih petugas. "Kita sepakat ingin bersih-bersih. Tidak hanya di rutan, kalau yang lain ada yang kena ya sudah," tegas Alex.
Sebelumnya, Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya dugaan pungutan liar (pungli) di Rutan KPK. Berdasarkan data sementara yang dikantongi Dewas, nilainya ditaksir mencapai Rp 4 miliar. Namun, jumlah tersebut masih dapat bertambah.
"Periodenya Desember 2021 sampai dengan bulan Maret 2022 itu sejumlah Rp 4 miliar, jumlah sementara, mungkin akan berkembang lagi," kata anggota Dewas KPK, Albertina Ho.
Albertina menjelaskan, pungli ini dilakukan terhadap para tahanan di Rutan KPK. Dia menyebut, pungutan tersebut salah satunya dalam bentuk setoran tunai menggunakan rekening pihak ketiga.